Kamis, 28 Maret, 2024

Penasehat Menteri KKP Tawarkan Tujuh Program Jangka Pendek Kebijakan Perikanan Tangkap

MONITOR, Palembang – Koordinator Penasihat Bidang Daya Saing SDM, Inovasi Teknologi dan Riset Menteri Kelautan dan Perikanan, Prof Rokhmin Dahuri menawarkan konsep kebijakan pembangunan perikanan tangkap yang maju, mensejahterakan, dan berkelanjutan berbasis ilmu pengetahuan teknologi saat menjadi narasumber pada acara Rakernis Ditjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan di Hotel Windham, Palembang, Sumsel. Rabu (29/1/2020).

“Kita harus menerapkan sistem bio-ekonomi perikanan tangkap yang menghasilkan hasil tangkapan ikan yang mensejahterakan seluruh nelayan secara berkeadilan, dan dapat memelihara keberlanjutan (sustainability) stok ikan beserta ekosistem perairannya,” katanya.

Guru besar fakultas perikanan dan ilmu kelautan itu menawarkan tujuh program jangka pendek (2020-2022) dalam membenahi dan mendongkrak sektor perikanan tangkap berkontribusi maksimal bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

“Kita tahu kontirbusi sektor Kelautan dan Perikanan dan subsektor Perikanan Tangkap terhadap Pendapatan Domestik Bruto PDB masih sangat rendah (2,6% dan 1,2%), Nilai ekspor perikanan masih sangat kecil (US$ 4 milyar). Bandingkan dengan Thailand (US$ 12 milyar), dan Vietnam (US$ 9 milyar) (FAO, 2018),” ungkapnya.

- Advertisement -

Adapun ketujuh program jangka pendek yang ditawarkan Rokhmin untuk menjawab berbagai tantangan dan permasalahan itu antara lain; Pertama, Penyelesaian dan Operasionalisasi 14 SKPT (Sentra Kawasan Industri Perikanan dan Kelautan Terpadu) dengan menggandeng Perusahaan Sawasta Nasional, BUMN dan BUMD atau Perusahaan Swasta Global.

“Dengan memberikan izin kapal penangkapan ikan sesuai MSY fishing grounds. Pengusaha internasional: Samsung, Jepang, Thailand, dan Tiongkok,” katanya.

Kedua adalah pengendalian dan pengaturan cantrang serta alat tangkap aktif lainnya (bukan moratorium). “Pengendalian dan pengaturan cantrang dan active fishing gears lainnya (Permen KP No.1/2015): zonasi, ukuran kapal, ukuran mata jaring, cara operasi, dan lain-lain,” ujar Rokhmin yang juga mantan menteri kelautan dan perikanan itu.

Ketiga, lanjut Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) ini adalah pengoperasian kapal eks asing yang syah dan ber-SNI oleh Koperasi Nelayan, BUMN, swasta nasional, atau swasta global dengan skema KSO dengan swasta nasional, 75 ABK dari nelayan Indonesia, dan ikan hasil tangkap diproses di Indonesia.

Keempat, perubahan pembatasan ukuran kapal maksimal 150 GT. “Pembatasan ukuran kapal ikan maksimal 150 GT harus diubah, bahwa ukuran kapal sesuai dengan jenis ikan target, kondisi oseanografis dan klimatologis fishing groungds,” terangnya.

Kelima, perubahan kebijakan transshipment, perbaikan PHP perikanan. Keenam, reformasi perizinan perikanan. “Permudah, percepat, dan tarif perizinan yang rasional dan adil,” tegasnya.

Ketujuh, penambahan armada kapal ikan modern nasional > 60 GT di ZEEI Laut China Selatan dan Laut Natuna Utara dan operasionalisasi SKPT Natuna. “Kita harus mendorong capacity building nelayan lokal untuk beroperasi di ZEEI, kapal ikan dan nelayan pantura di ZEEI, kembangkan mariculture, dan penyempurnaan SKPT Natuna,” pungkasnya.

Sebagai informasi, acara Rakernis dihadiri oleh sekitar 400 peserta dari lingkup Ditjen Perikanan Tangkap, para Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Ketua Beppada dari 34 Propinsi, Perwakilan Nelayan Pantura, Natuna, dan Anambas serta peserta lainnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER