Jumat, 19 April, 2024

Aktivis 98 Pertanyakan Legalitas OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan

MONITOR, Jakarta – Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto mempertanyakan legalitas operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Hari pun mempertanyakan apakah prosedur penangkapan terhadap Wahyu cs ini sudah sesuai dengan UU yang baru tersebut, atau KPK justru melakukan pelanggaran UU.

“Ini bisa dilihat soal surat tugas yang dikantongi tim KPK yang kabarnya ditandatangani oleh pimpinan KPK lama pada tanggal 20 Desember 2019, di hari yang sama dengan serah terima jabatan komisioner lama dengan komisioner baru,” ungkap Hari dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (14/1).

Menurut Hari, masa jabatan pimpinan KPK periode Agus Raharjo Cs seharusnya habis tanggal 21 Desember 2019 lalu. Namun, dengan pertimbangan tanggal tersebut jatuh di hari Sabtu, maka Presiden Joko Widodo memutuskan melantik Komisioner baru Komjen Firli Bahuri dkk di tanggal 20 Desember 2019 siang seusai Shalat Jumat.

- Advertisement -

Oleh karenanya, Hari mempertanyakan maksud dari Pimpinan KPK lama yang memilih “memaksakan” memperpanjang surat tugas di hari akhir bertugas dibanding menyerahterimakan kepada pimpinan baru.

Aktivis 98 ini juga meragukan kalau pimpinan KPK yang baru dilantik mengetahui adanya operasi ini.

“Bukankah sebenarnya lebih mudah bagi pimpinan lama untuk menyerahterimakan kasus ini ke pimpinan baru, dibanding diam-diam memperpanjang surat tugas di hari akhir mereka bertugas. Apa maksudnya pelanggaran prosedur tersebut?” tanyanya.

Selain itu, Hari juga meminta KPK mulai belajar untuk mematuhi aturan baru yang ada. Ia menilai, penyadapan yang dilakukan KPK dalam operasi ini tergolong unlawful dan tidak bisa dijadikan alat bukti.

Sebab, kata Hari, menurut UU No. 19 tahun 2019 Pasal 12B Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dilaksanakan setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Dalam kesempatan ini, Hari pun membantah dalil yang disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, bahwa pihaknya masih menggunakan Surat Perintah Penyelidikan dan Surat Perintah Penyadapan lama yang ditandatangani oleh komisioner lama.

“KPK harus tunduk pada Undang-Undang, bukan sebaliknya. Apapun keputusan KPK yang bertentangan dengan Undang-Undang, otomatis gugur,” tegas Hari.

Hari mengingatkan kepada KPK untuk patuh pada UU yang ada. Ia pun menyatakan prihatin jika UU baru ini menyulitkan kerja KPK. Bahkan, lanjut Hari, KPK tidak bisa memberantas korupsi dengan cara-cara melanggar hukum.

“Justru hal-hal seperti ini merupakan tantangan bagi Komisioner KPK dibawah kepemimpinan Firli Bahuri, untuk menunjukkan kalau KPK tidak sedikitpun kendor dalam memberantas korupsi, meski sejumlah kewenangannya dipreteli,” ungkapnya.

“Saya bersama aktivis 98 lainnya tetap konsisten mendukung program pemberantasan korupsi yang telah menjadi nafas dari semangat reformasi 98,” pungkas Hari.

Sebelumnya, anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris mengatakan, penyidik KPK tak meminta izin penyadapan untuk kasus Wahyu. Syamsuddin Haris mengaku, mereka masih mengacu pada Undang-Undang KPK lama.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER