MONITOR, Jakarta – Klaim sepihak Tiongkok atas Perairan Natuna jangan dipandang sebelah mata. Hal ini diungkapkan secara tegas oleh anggota Komisi I DPR RI Syaiful Bahri Anshori.
Terkait konflik di Perairan Natuna ini, Anshori meminta semua pihak agar bersikap jernih dengan tidak mengesampingkan masalah kedaulatan NKRI dengan kepentingan lainnya.
“Saya tidak sependapat dengan pernyataan seorang pejabat yang mengatakan persoalan Natuna ini jangan dibesar-besarkan. Bagi saya persoalan Natuna ini tanpa dibesarkan memang persoalan besar karena menyangkut kedaulatan RI,” ujarnya dalam keterangan persnya.
Politikus PKB ini mengatakan, Pemerintahan Jokowi harus aktif melakukan diplomasi internasional serta memperkuat lobi untuk menjaga kedaulatan NKRI.
“Pemerintah Indonesia harus mengawal dan secara tegas melakukan penolakan atas klaim Tiongkok melalui nota diplomatik yang menjelaskan posisi dan sikap Indonesia yang tegas,” ucapnya.
Secara historis, Natuna terdiri dari tujuh pulau, dengan Ibu Kota di Ranai. Pada abad 19, Kesultanan Riau menjadi pulau pengawal yang berada di jalur strategis pelayaran internasional tersebut. Setelah Indonesia merdeka, delegasi dari Riau ikut menerima kedaulatan di Republik Indonesia yang berpusat di Jawa. Pada 18 Mei 1956, Indonesia resmi meminta kepulauan itu sebagai wilayahnya ke PBB.
Dari klaim sejarah tersebut, Indonesia telah membangun pelbagai infrastruktur di kepulauan seluas 3,420 kilometer persegi ini. Etnis Melayu jadi populasi dominan, mencapai 85 persen, disusul Jawa 6,34 persen, lalu Tionghoa 2,52 persen.