MONITOR, Jakarta – Sepanjang tahun 2019, kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah jumlahnya meningkat. KPAI menerima pengaduan kasus kekerasan fisik dan psikis sebanyak 153 kasus, yang terdiri dari anak korban kebijakan, anak korban kekerasan fisik dan bullying.
Dari jumlah tersebut, KPAI berhasil menyelesaikan kasusnya dengan jalur mediasi sebanyak 19 kasus (13%), melalui rujukan ke pihak terkait 16 kasus (10%), melalui rapat koordinasi nasional di Jakarta sebanyak 95 kasus (62%), dan 15% diselesaikan melalui pengawasan langsung ke lokasi dan penyelesaian melalui rapat koordinasi dengan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait sebanyak 23 kasus kekerasan fisik di lembaga pendidikan.
Berikut ini, MONITOR melansir fakta-fakta dalam kasus kekerasan fisik sepanjang tahun 2019.
Pertama, Kekerasan Fisik menurut jenjang Pendidikan
Kekerasan fisik dan bullying tersebut 39% terjadi dijenjang SD/MI, 22% terjadi di jenjang SMP/sederajat, dan 39% terjadi di jenjang SMA/SMK/MA. Adapun jumlah siswa yang menjadi korban kekerasan fisik dan bullying mencapai 171 anak; sedangkan guru korban kekerasan ada 5 orang.
Kedua, Pelaku Kekerasan Fisik di Sekolah
Adapun pelaku kekerasan adalah kepala sekolah, guru, siswa dan orangtua. Kasus kekerasan guru/kepala sekolah ke peserta didik sebanyak 44%, kekerasan siswa ke guru sebanyak 13%; kekerasan orangtua siswa ke guru/siswa 13%; dan Pelaku kekerasan siswa ke siswa lainnya juga cukup tinggi yaitu 30%.
Selain itu, ada kasus unik, tahun 2019 yaitu seorang motivator yang diundang sekolah untuk menjadi narasumber justru melakukan kekerasan terhadap peserta seminbarnya, ada 10 anak menjadi korban penamparan dan makian “goblok”. Sayangnya penyelesaian kasus ini justru melalui jalur damai, tidak diproses hukum.
Ketiga, Bentuk Kekerasan fisik di Sekolah
Modus kekerasan fisik yang dilakukan guru atas nama mendisiplinkan siswa berupa dicubit, dipukul/ditampar, dibentak dan dimaki, dijemur di terik matahari dan di hukum lari keliling lapangan sekolah sebanyak 20 putaran.
Sedangkan kekerasan siswa terhadap sesama siswa umumnya dilakukan secara bersama-sama (pengeroyokan) dengan cara di pukul, ditampar dan ditendang. Sedangkan bentuk kekerasan siswa ke guru adalah di pukul, dibully, di videokan kemudian diunggah ke media social, dan ditikam dengan pisau.
Keempat, Tempat Pelaku Melakukan Kekerasan Seksual di Sekolah
Para pelaku mayoritas melakukan kekerasan di ruang kelas. Namun, ada juga yang di lakukan ruang kepala sekolah, di lapangan/halaman sekolah, di kebon belakang sekolah, dan aula sekolah.
Kelima, Alasan melakukan Kekerasan Fisik
Alasan guru melakukan kekerasan fisik ke siswanya adalah dalih untuk mendidik dan mendisiplinkan siswanya. Alasan orangtua siswa melakukan kekerasan kepada guru adalah ingin membela anaknya yang dianggap telah jadi korban kekerasan oleh gurunya.
Adapun alasan siswa melakukan kekerasan terhadap sesame siswa adalah untuk membalas dendam dan sengaja adu kekuatan (gladiator) karena perintah siswa senior. Sedangkan kasus siswa membully guru sebagian besar karena ingin video yang dibuatnya viral sehingga jadi terkenal.