Rabu, 24 April, 2024

Dorong Kemerdekaan Belajar, Kemendikbud Lakukan Penyesuaian Ujian Sekolah dan Ujian Nasional

MONITOR, Jakarta – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menyampaikan pada tahun 2020, Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan diganti dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah.

Sementara ujian nasional (UN) akan segera diganti dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter pada tahun 2021.

Mendikbud menegaskan bahwa penyesuaian kebijakan perlu dilakukan untuk mengembalikan esensi dari asesmen atau penilaian yang semakin dilupakan. Yakni, untuk memberikan umpan balik bagi pemelajaran.

“Konsepnya mengembalikan kepada esensi undang-undang kita untuk memberikan kemerdekaan sekolah untuk menginterpretasi kompetensi-kompetensi dasar kurikulum kita menjadi penilaian mereka sendiri,” disampaikan Mendikbud dalam Rapat Koordinasi dengan para Kepala Dinas Pendidikan seluruh Indonesia di Jakarta, Rabu (11/12).

“Yang lebih cocok untuk murid-murid mereka, lebih cocok untuk daerah mereka, lebih cocok untuk kebutuhan pemelajaran murid mereka,” imbuhnya.

Mendatang, USBN tidak hanya terpaku pada pola yang sudah dijalankan selama beberapa tahun terakhir.

Namun, ujian sekolah dapat berupa tes kompetensi tertulis dan/atau bentuk penilaian lain yang lebih komprehensif seperti portofolio dan penugasan oleh guru.

Kini sekolah diberikan ruang yang lebih bebas untuk menyelenggarakan sebuah asesmen mandiri yang diyakini lebih baik atau lebih holistik untuk mengukur kompetensi peserta didiknya.

“Bayangkan betapa banyaknya inovasi yang bisa dilakukan guru penggerak dan kepala sekolah penggerak dengan adanya kemerdekaan ini,” kata Mendikbud.

Terkait kesiapan penyelenggaraan asesmen di tingkat sekolah, Mendikbud menegaskan bahwa hal tersebut menjadi hak setiap sekolah.

Bilamana sekolah belum siap menyelenggarakan sesuai konsep yang baru dan masih menggunakan pola lama, tidak menjadi persoalan.

“Untuk yang tidak mau berubah, menggunakan pola lama, itu silakan. Tetapi bagi yang ingin berubah, itu jangan disia-siakan,” tutur Nadiem.

Adapun penyusunan soal untuk asesmen yang diselenggarakan sekolah, dikatakan Mendikbud dapat bersumber dari mana saja. Asalkan mengacu pada Kurikulum 2013 dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.

“Boleh ambil dari sekolah lain, meminta opini dari dinas. Silakan. Tetapi sudah tidak boleh dipaksakan. Itu bedanya,” tutur Mendikbud.

Selain perubahan pola asesmen yang diselenggarakan sekolah, Mendikbud juga memandang perlunya mengembalikan tujuan asesmen tingkat nasional sebagai tolok ukur bagi setiap sekolah atau sebuah sistem pendidikan.

Tahun 2020 menjadi tahun terakhir penyelenggaraan Ujian Nasional untuk kemudian diganti dengan sebuah sistem asesmen untuk mengukur kompetensi minimal serta survei karakter.

“Secara teknis, nanti detilnya kita masih dalam pengembangan. Tetapi sudah pasti akan dilaksanakan melalui komputer. Apapun yang berstandar nasional itu harus berbasis komputer,” terang Mendikbud.

Asesmen pengganti UN ini dirancang untuk dilakukan pada pertengahan jenjang, misalnya pada kelas 4, 8, dan 11.

“Ini tes yang harus diambil di tengah jenjang dan itu bukan untuk menjadi alat seleksi untuk murid. Dan bisa menjadi alat formatif bagi sekolahnya dan gurunya untuk memperbaiki pembelajaran,” jelas Mendikbud.

Hasil asesmen nasional nantinya diharapkan dapat mendorong perbaikan pembelajaran dan tidak bisa digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.

“Agar itu (hasil asesmen) dapat memberikan waktu bagi sekolah itu dan guru-gurunya untuk melakukan perbaikan yang dibutuhkan,” ungkap Mendikbud.

Asesmen pengganti UN ini akan lebih fokus pada keterampilan penalaran tingkat tinggi yang mendorong siswa melakukan analisis.

Tiga kemampuan bernalar yang disasar di antaranya adalah kemampuan menggunakan bahasa (literasi), matematika (numerasi), serta penguatan pendidikan karakter.

“Jadi, tidak ada lagi materi atau mata pelajaran yang harus dihafalkan. Satu-satunya cara adalah melakukan pemelajaran dengan baik,” kata Nadiem.

Sementara itu, survei karakter dijelaskan Mendikbud sebagai upaya untuk memotret pemahaman siswa yang tercermin dalam opini pribadinya.

“Ini adalah keharusan. Kalau kita tidak melakukan survei karakter, maka kita sama sekali tidak mengetahui kondisi keamanan, kondisi kerukunan, kondisi akhlak dari murid kita. Padahal itu bagian dari pendidikan,” terangnya.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Totok Suprayitno mengatakan bahwa pelaksanaan ujian yang diselenggarakan sekolah dan ujian nasional untuk tahun 2020 telah diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 43 Tahun 2019.

Dalam Permendikbud tertanggal 10 Desember 2019 tersebut dijelaskan bahwa sistem pendidikan harus mendorong tumbuhnya praktik belajar-mengajar yang menumbuhkan daya nalar dan karakter peserta didik secara utuh.

Untuk itu, maka satuan pendidikan diberikan keleluasaan untuk berinovasi dalam menciptakan lingkungan belajar yang berpihak pada peserta didik.

Salah satunya disebutkan oleh Totok adalah melalui asesmen yang digunakan untuk melakukan perbaikan pada pemelajaran.

Ragam soal yang akan diujikan dalam asesmen pengganti UN berupa kombinasi dari berbagai variasi model Variasinya bisa banyak.

“Kombinasi antara esai, pilihan benar salah, mengurutkan, re-arrange, juga jawaban pendek. Tidak hanya satu jawaban,” kata Kabalitbang.

- Advertisement -

Kendati telah menetapkan penyesuaian kebijakan terkait asesmen nasional pengganti UN, tetapi sampai saat ini Kemendikbud belum menentukan nama asesmen dan survei karakter tersebut.

“Nanti kita carikan nomenklatur yang pas dan mudah diingat. Intinya sekarang yang bisa disampaikan, pengganti UN itu adalah Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter,” ungkap Totok.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER