MONITOR, Jakarta – Komite I DPD RI melihat pelaksanaan Undang-Undang (UU) Desa masih jauh dari semangat UU Desa itu sendiri lantaran banyaknya regulasi yang bertentangan dengan aturan diatasnya.
Hal tersebut tertuang dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Republik Indonesia tentang Evaluasi Pelaksanaan UU Nomer 6 Tahun 2014 Tentang Desa, di Ruang Rapat Komite I Komplek Parlemen Senayan, Selasa (26/11).
Wakil Ketua Komite I Abdul Kholik menyebutkan, dalam catatan dan temuan DPD RI di lapangan, hal-hal tersebut di atas cukup menimbulkan persoalan signifikan.
Sehingga, DPD RI yang merupakan representasi daerah juga berkepentingan untuk melaksanakan evaluasi isu-isu strategis terkait pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa agar dapat berjalan sesuai dengan tujuan dari UU Desa itu sendiri.
“Komite I meminta Kemendes PDTT untuk memperhatikan beberapa hal dalam pelaksanaan Undang-Undang Desa, diantaranya: Kedaulatan Desa dan Desa Adat, Formulasi Dana Desa, Evaluasi terhadap tahapan penyaluran dan penyerapan Dana Desa agar penggunaannya sesuai kebutuhan Desa tanpa menghilangkan Otonomi Desa,” kata Kholik saat memimpin rapat kerja.
“Kapasitas perangkat desa khususnya dalam hal tata kelola pembangunan Desa, Legal standing peran BUMDESA sebagai penguatan ekonomi Desa, Mendorong perwujudan kolaborasi antardesa untuk mengembangkan aktivitas ekonomi di kawasan perdesaan, Evaluasi pendamping Desa,” tambahnya.
Dalam rapat, Menteri Desa dan PDTT Abdul Halim Iskandar sepakat untuk bekerjasama melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap peningkatan sumber daya manusia dengan melibatkan DPD RI, dalam pembangunan, pemberdayaan, dan pemanfaatan Dana Desa disetiap pelaksanaan kegiatan Bimbingan Teknis yang dilakukan oleh Kemendes PDTT.
“Kami sepakat dengan Komite I DPD RI untuk saling bersinergi dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan, pemberdayaan, pemerintahan, dan kemasyarakatan Desa khususnya dalam menetapkan Desa-Desa prioritas Pembangunan agar terwujudnya kesejahteraan dan kemandirian Desa,” ungkap Menteri Desa tersebut.
Kholik menegaskan, desa merupakan suatu institusi otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri. Desa harus dipahami sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki hak dan kekuasaan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya untuk mencapai kesejahteraan yang disebut Otonomi Desa.
Otonomi desa merupakan otonomi asli, bulat, dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah.
“Sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa tersebut. Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak istimewa, desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan,” lanjut dia.
Dalam rapat kerja tersebut, Komite I DPD RI menyampaikan apresiasi atas penjelasan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) tentang Evaluasi Pelaksanaan Undang-Undang Desa.
Selain itu, Komite I mendorong Kemendes PDTT untuk melaksanakan program-program Desa sesuai dengan sasaran strategis agar tercapainya target kinerja 2020-2024.