MONITOR, Jakarta – Jalanan protokol di sekitar area wisata Kota Tua Jakarta belakangan ini menjadi semrawut oleh Pedagang Kaki Lima (PKL).
Tidak hanya itu tetapi beberapa di antaranya juga berjualan di ruas jalan yang menga akses pejalan kaki menjadi terganggu dan kemacetan terjadi di kawasan tersebut.
Sejatinya, para PKL di sekeliling kawasan Kota Tua tersebut direncanakan selesai ditata pada November 2019 ini. Namun, hingga kini masih belum terlihat proses penataan apapun di kawasan tersebut, malahan para PKL menguasai beberapa lajur jalanan di satu bagian Kota Tua yang sejatinya merupakan jalan untuk kendaraan bermotor.
“Harusnya diawasi dong, kan mereka akan ditata, tapi kalau sudah masuk ke jalanan kan gak boleh,” kata Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik saat dihubungi di Jakarta, Jumat (22/11).
Kendati pengawasan tersebut dijalankan langsung oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), politisi Partai Gerindra tersebut menekankan adanya kerjasama antar kedinasan yakni Satpol PP dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta sebagai “pemilik kawasan” Kota Tua serta Dinas UMKM.
“PKL kan ada sendiri dinasnya, penertiban ada sendiri dinasnya, kawasan juga. Ya harus ada koordinasi dari mereka. Ditata, karena kan ini untuk pariwisata, justru ini jadi penting. Kalau teratur dan bersih wisatawan juga pasti lebih banyak,” ucap Taufik.
Dari pantauan, di seberang Gedung BNI yang terletak di sebelah akses pintu keluar Stasiun Jakarta Kota, lalu di bagian Jalan Kunir dan sekeliling Kota Tua, terlihat antrean manusia yang menyatu dengan pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di sepanjang trotoar ke arah wisata Kota Tua hingga membuat pemandangan kian semrawut.
Bahkan di Jalan Kunir, pedagang “mengakuisisi” sebagian jalan untuk dijadikan lapak dagangan yang mereka jajakan
Mayoritas PKL menjajakan aneka makanan dan minuman kerap berjualan di ruas jalan. Para pedagang tersebut tak sadar bahwa tindakannya membuat jalanan macet.
Aktivitas jual-beli antara pedagang dan wisatawan kerap mengganggu akses jalan para pejalan kaki yang harus berdesak-desakkan hanya untuk melintas.
Memang tindakan PKL yang berjualan di trotoar sudah menyalahi aturan. Kerasnya hidup di Jakarta membuat mereka terpaksa melanggar aturan demi keberlangsungan hidup.
Seharusnya pemerintah lebih memikirkan nasib para PKL yang mengais rezeki di Kota Tua. Namun menyingkirkan mereka bukan solusi terbaik, tapi membiarkan mereka juga hanya akan menambah semrawut kawasan Kota Tua.