MONITOR, Jakarta – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melakukan mutasi terhadap 206 perwira. Pergeseran itu tertuang berdasarkan Surat Telegram (ST)/3020/XI/Kep/2019 yang dikeluarkan Mabes Polri, Jumat (8/11/2019).
Dari 170 pati dan pamen Polri yang dimutasi, tidak ada satupun yang diplot mengisi jabatan Kabareskrim Polri yang kini masih kosong. Padahal, Jabatan yang sebelumnya dijabat Idham Azis, yang kini menjadi Kapolri menggantikan Jenderal Tito Karnavian itu dinilai vital.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW), Neta S Pane mempertanyakan hal tersebut yang menurutnya aneh. “Mutasi terhadap 206 perwira Polri kemarin sangat menarik untuk dicermati karena ada yang sangat aneh. Yakni, posisi Kabareskrim yang kosong dan sangat vital untuk diisi oleh figur baru justru belum terisi dalam mutasi ini. Ada apa dengan Polri?,” kata Neta dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (9/11/2019).
IPW menilai, mutasi di tubuh polri kali ini terlihat sangat aneh. “Bagaimana tidak, yg posisinya kosong sekarang inikan jabatan kabareskrim setelah Idham Azis menjadi Kapolri, tapi kenapa jabatan yg kosong itu belum diisi dalam mutasi ini, justru yang dimutasi sejumlah posisi yg sesungguhnya belum begitu mendesakkan untuk direposisi,” tegasnya.
Neta menambahkan, dari mutasi kali ini IPW menilai ada empat fenomena yg patut dicermati dalam perkembangan dinamika di tubuh polri.
Pertama, adanya tarik menarik yg kuat menyangkut posisi Kabareskrim. “Ada indikasi intervensi jalur kekuasaan untuk mendudukkan figur tertentu sebagai Kabareskrim, sementara internal polri menilai figur tersebut masih sangat junior dan menginginkan tampilnya figur senior yg menjadi Kabareskrim baru.
“Tarik menarik ini membuat penunjukan Kabareskrim yang baru berjalan sangat alot tidak secepat penunjukkan plt Kapolri maupun Kapolri baru, sehingga TR mutasi yang keluar Jumat siang itu tidak bisa menampilkan Kabareskrim baru,” ungkapnya.
Kedua, lanjut Neta dari mutasi ini terlihat Idham Azis sbg kapolri baru mulai menunjukkan kekuatannya dgn menyusun orang orangnya maupun pendukungnya. “Penempatan Niko Alfinta dan M Fadil dalam mendapat job bintang dua di staf ahli Kapolri makin nyata menunjukkan bintang mereka bakal bersinar terang, sehingga diprediksikan dalam waktu dekat keduanya akan segera menjadi Kapolda Sumut dan Kapolda Sulsel,” ujarnya.
Ketiga, Neta mengatakan mutasi tersebut menunjukkan juga secara nyata bahwa “kekuatan lama” di polri begitu cepat digeser Idham dan figur figur milik kekuatan lama itu ditempatkan pada posisi posisi yang kurang strategis dan turun kelas.
“Apakah pergeseran pergeseran ini akan membuat polri makin terkonsolidasi, publik harus menunggu mutasi mutasi lanjutan. Namun dengan adanya tarik menarik yg kuat menyangkut posisi Kabareskim menunjukkan matahari matahari di polri makin menunjukkan pengaruhnya. Tidak seperti dalam penunjukkan plt Kapolri dan Kapolri baru, mereka cenderung landai,”
Fenomena keempat, ungkap Neta selama ini polisi yang menjadi ketua KPK adalah jenderal bintang dua (Irjen) purnawirawan dan itu tidak ada masalah. “Jika sekarang ketua KPK terpilih Firli dinaikkan pangkatnya menjadi bintang tiga sebelum menduduki kursi ketua KPK berarti ada perubahan strategi di tubuh polri dalam melihat keberadaan lembaga anti rasuha tersebut,” bebernya.
Perubahan strategi itu ungkap Neta bisa jadi untuk memperkuat KPK dgn pimpinan jenderal bintang tiga dan sekaligus memperkuat wibawa ketua KPK agar tidak mudah dilecehkan atau dianggap remeh oleh pegawai KPK maupun oleh wadah Pegawai KPK.
“Dengan naiknya pangkat ketua KPK menjadi Komjen otomatis keberadaan kpk setara dgn BNN maupun BNPT, yg selama ini dipimpin jenderal bintang tiga. Dampak lainnya, ketua KPK Komjen firli berpeluang pula untuk menjadi calon kapolri pasca idam Azis yang akan pensiun pada januari 2021,” pungkasnya.