MONITOR, Jakarta – Dana desa yang dikucurkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan pada tahun 2019 sebanyak 74.954 desa sebesar Rp 70 Triliun. Jumlah desa meningkat dari tahun 2018 yakni sebanyak 74.910 desa dengan kucuran anggaran yang digelontorkan sebesar Rp 60 triliun.
Sejak digelontorkannya dana desa sejak tahun 2015 hingga 2019 terdapat perbedaan jumlah desa yang tersebar sebagai penerima dana desa. pada tahun 2015 dana yang digelontorkan sebesar Rp 20,67 triliun untuk 74.093 desa, lalu pada 2016 dana desa sebesar Rp 46,98 triliun untuk 74,754 desa, kemudian pada tahun 2017 sebesar Rp 60 triliun untuk 74.910 desa.
Menanggapi adanya perbedaan jumlah desa tersebut, Wakil Menteri Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa Kementerian Desa, pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melakukan pemantauan pemanfaatan penggunaan dana desa yang digelontorkan oleh Kemenkeu.
“Jumlah dana desa yang digelontorkan oleh Kemenkeu itulah yang kita pantau,” kata Wamen Budi Arie di Jakarta pada jumat (8/11) malam usai kunjungan ke desa-desa di sejumlah kabupaten.
Selama ini, kata Budi, Dana desa yang digelontorkan ke desa tidak mengalami permasalahan dalam hal pemanfaatannya. Dana desa, yang diterima oleh desa telah dimanfaatkan dengan baik sesuai aturan, meskipun masih terdapat desa yang perlu bimbingan dalam hal pemanfaatannya.
Lebih lanjut, Wamen mengatakan bahwa Proses perencanaan pengalokasian dana desa selama ini dilakukan melalui kerja sama antar kementerian. Kementerian Dalam Negeri menentukan jumlah dan lokasi desa yang akan mendapatkan dana desa pada tahun berikutnya.
Jika ada keberatan terhadap desa-desa tertentu sesuai laporan masyarakat dan pendamping, maka akan dibawa ke dalam rapat di Kemenko PMK (Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan). Di antaranya pertanyaan mengenai jumlah penduduk dan luas desa (data pada Kemendagri), rumah tangga miskin (data pada Kemensos), jarak berbagai fasilitas desa (data dari BPS).
“Peran Kementerian Desa PDTT dalam proses tersebut ialah menyediakan data APBDes seluruh desa, juga jumlah desa menurut status perkembangan desa (mandiri, maju, berkembang, tertinggal, dan sangat tertinggal),” katanya.
Selanjutnya, Kementerian Keuangan mengolah seluruh data menjadi bahan pengalokasian dana desa per kabupaten. penyalurannya dana desa dilakukan dengan cara pemindahbukuan atau transfer dari RKUN (Rekening Kas Umum Negara) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dalam hal ini Pemerintah Kabupaten yang selanjutnya dilakukan pemindahbukuan atau transfer dari RKUD ke Rekening Kas Desa (RKD).
Selambatnya 7 hari setelah dana desa diterima, pemerintah daerah mengeluarkan peraturan bupati perihal pengalokasian dana ke masing-masing desa. Nilainya tergantung pada kesulitan geografis tiap desa, di mana semakin besar pada desa yang kian terpencil.
Dalam hal, Tahapan pencairan dana desa dana desa disalurkan melalui 3 tahapan yakni tahap pertama sebesar 20 persen, tahap kedua sebesar 40 persen dan tahap ketiga sebesar 40 persen. Terkait pencairannya itu harus memenuhi syarat-syarat tertentu pada setiap tahapannya. Tahap pertama syaratnya Peraturan Desa (Perdes) dan APBDes, lalu untuk tahap kedua laporan realisasi dan konsolidasi dana desa tahun sebelumnya. Dalam tahap kedua ini, syaratnya belum diminta laporan tahap pertama. lalu ada tahap 3, baru laporan tahap satu dan tahap kedua.
Sementara itu, Mengenai sinyalemen adanya desa hantu, menurut Wamen, tertuju pada konsistensi antara kode resmi dari Kemendagri dengan pencairan dana desa di lapangan. Desa hantu menjadi masalah jika sampai dana desa cair, padahal tidak ada rekening kas desa yang asli.
Kementerian Desa PDTT memiliki aplikasi https://sipede.ppmd.kemendesa.go.id yang mendeteksi jumlah desa yang mencairkan dana desa, juga laporan pencairan pada tingkat kabupaten/kota.
Untuk Kabupaten Konawe, pada 2015 dan 2016 melapor 100 persen desa cair. Namun, dari 241 desa tersebut, ada Desa Ulu Meraka, Kecamatan Lambuya yang tidak mendapatkan dana desa. Inilah yang disinyalir desa hantu selama ini.
Pada 2017 terdapat tambahan kode desa resmi dari Kemendagri untuk 56 desa di Konawe. Dana desa cair 100 persen juga. Namun, ada tiga desa yang tidak melakukan pencairan, yaitu Desa Ulu Meraka, Kecamatan Lambuya, serta Desa Uepai dan Desa Moorehe, Kecamatan Uepai. Inilah tambahan desa hantu di lapangan.
Ketiga desa tersebut juga tidak mencairkan dana desa pada 2018. Pada tahun yang sama ada 4 desa lain yang tidak mencairkan hingga 100 persen. Yaitu, Desa Napooha dan Desa Arombu Utama, Kecamatan Latoma, Desa Leretoma, Kecamatan Anggaberi, dan Desa Wiau, Kecamatan Routa.
Pada tahun 2019 ini, 3 desa hantu pertama sudah dihilangkan dari daftar penerima dana desa. Namun, 4 desa terakhir di atas masih belum mencairkan dana desa sama sekali, sehingga terindikasi fiktif juga.
Seluruh dana desa dari APBN yang masuk ke kas kabupaten tersebut tidak pernah kembali. Artinya, harus dicek pada kas daerah yang bersangkutan.
Perlu diketahui, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dalam tupoksinya terkait dana desa diantaranya membuat penetapan pedoman umum dan prioritas penggunaan dana desa, pengadaan tenaga pendamping untuk desa, pembangunan kawasan perdesaan, menyusun kerangka pendampingan untuk peningkatan kapasitas masyarakat desa dan melakukan pemantauan serta evaluasi kinerja pendamping profesional. Kemendes melakukan pendampingan dalam hal pemanfaatan dana desa. Selain terkait Dana Desa, Kemendes juga mengurusi seluruh aspek pembangunan desa.
Tahun 2019 ini merupakan tahun penghujung periode RPJMN 2015-2019. Sampai tahun ini, terpenuhi target pengentasan 6.518 desa tertinggal menjadi berkembang dan 2.665 desa berkembang meningkat status menjadi mandiri, tertanganinya 40 KPPN, ditetapkannya 144 kawasan transmigrasi serta terbangun dan berkembangnya 20 KPB (Kawasan Perkotaan Baru), serta terentaskannya 62 kabupaten daerah tertinggal.
Sejak tahun 2015 pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo mulai menyalurkan Dana Desa. Jumlah Dana Desa yang telah diberikan hingga tahun 2019 mencapai lebih dari Rp 257 Triliun. Selama hampir 5 tahun sejak Dana Desa disalurkan, desa-desa di Indonesia telah mampu membangun infrastruktur dasar dalam jumlah yang sangat besar dan masif, yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar dan juga untuk membantu kegiatan ekonomi di desa.
Adapun pembangunan tersebut diantaranya jalan desa sepanjang 201.899 kilometer, 1.181.659 meter jembatan, 966.350 unit sarana air bersih, 10.101 unit Polindes, 60.274 unit irigasi, 31.376.550 meter drainase, 5.605 unit tambatan perahu, 38.140 kegiatan BUMDes, 4.265 unit embung, 260.039 unit MCK, 9.329 unit pasar desa, 53.002 unit PAUD, 26.271 unit Posyandu, 48.953 unit sumur, 21.118 unit sarana olahraga.
Capaian positif periode ini menumbuhkan optimisme untuk mencapai target berikutnya pada RPJMN 2020-2024 di bidang desa, daerah tertinggal dan transmigrasi. Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi mengemban tugas mengentaskan 10.000 desa tertinggal menjadi berkembang, dan mendorong 5.000 desa berkembang menjadi mandiri, revitalisasi 60 kawasan perdesaan, revitalisasi 63 kawasan transmigrasi, serta mengentaskan 62 daerah tertinggal.
Strategi kebijakan untuk mencapai sasaran target tersebut melalui peningkatan konektivitas antar wilayah perdesaan dan perkotaan, peningkatan usaha pasca panen komoditas pertanian, peningkatan SDM perdesaan, penguatan pariwisata desa dan digitalisasi perdesaan.