MONITOR, Jakarta – Pemerintah terus berupaya memperluas akses pasar ekspor untuk industri manufaktur. Sebab, selama ini produk pengolahan nonmigas menjadi andalan dalam pencapaian nilai ekspor nasional.
“Misalnya kita perluas pasar ekspor ke negara-negara potensial seperti di Asia Pasifik, Timur Tengah dan Afrika,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (4/11).
Menperin Agus menyatakan, produk-produk manufaktur konsisten memberikan kontribusi terbesar tehadap nilai pengapalan Indonesia.
“Artinya, produk kita sudah memenuhi standar sehingga mampu kompetitif di kancah internasional,” ujarnya.
Sepanjang Januari-September 2019, nilai pengapalan produk sektor manufaktur menembus hingga USD93,7 miliar atau menyumbang 75,51 persen terhadap total ekspor nasional yang mencapai USD124,1 miliar. Artinya, peran hilirisasi industri dalam meningkatkan nilai tambah juga berjalan.
Menperin menyebutkan, sejumlah sektor manufaktur di Tanah Air sedang digenjot produktivitasnya agar dapat memenuhi pasar ekspor. Hal ini seiring dengan adanya peningkatan investasi di dalam negeri. Tak terkecuali pula didorong bagi sektor yang memiliki kapasitas berlebih di pasar domestik.
“Contohnya, industri otomotif, makanan dan minuman, serta aneka industri yang mempunyai peluang untuk ditingkatkan ekspornya,” tegas Agus. Menurutnya, tekanan terhadap industri manufaktur nasional karena kondisi ekonomi global yang tengah menurun.
Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian bersama Kementerian Perdagangan akan senantiasa berusaha keras untuk membuka dan memperdalam pasar ekspor,” paparnya.
Salah satu potensi untuk memperluas jaringan pasar ekspor produk manufaktur nasional, yakni adanya momentum Indonesia menjadi negara mitra resmi pada Hannover Messe 2020, yang merupakan ajang pameran teknologi manufaktur terbesar dunia.
“Selain memacu ekspor, Hannover Messe 2020 juga memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu tujuan utama investasi dan mendorong kerja sama di sektor industri,” imbuhnya.
Agus menambahkan, pihaknya pun fokus untuk memperdalam struktur manufaktur di dalam negeri sekaligus memperkuat rantai nilai bahan baku dan bahan penolong. Misalnya di industri petrokimia, dengan upaya revitalisasi TubanPetro dan perluasan usaha PT Chandra Asri Petrochemical.
Sedangkan, di industri logam dasar, sedang diupayakan untuk merevitalisasi PT Krakatau Steel dan mengoptimalkan pengoperasian di Kawasan Industri Morowali.
Sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0, pemerintah memprioritaskan pengembangan lima sektor manufaktur yang dinilai mampu memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Kelima sektor tersebut, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, serta elektronika.
“Tidak hanya menyasar kepada sektor skala besar saja, kami juga tetap memprioritaskan pada pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) yang juga menunjukkan geliat yang baik untuk berperan meningkatkan pertumbuhan sektor industri manufaktur,” terangnya.
Untuk jangka menengah dan panjang, Agus mengatakan, Kemenperin juga terus memacu pembangunan kawasan industri di berbagai daerah di Indonesia yang terkait dengan upaya menjaga ketersediaan bahan baku dan sektor strategis.
“Kami pun fokus terhadap pengembangan kawasan industri di luar Pulau Jawa guna mewujudkan visi Indonesia sentris,” tandasnya.
Kemenperin menargetkan sebanyak 18 kawasan industri di luar Jawa sudah dapat beroperasi hingga akhir tahun 2019. Ke-18 kawasan industri tersebut berpotensi akan menarik investasi sebesar Rp250 triliun dan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 900 ribu orang.
Ke-18 kawasan industri luar Jawa itu, berlokasi di Lhoukseumawe, Ladong, Medan, Tanjung Buton, Landak, Maloy, Tanah Kuning, dan Bitung. Selanjutnya di Kuala Tanjung, Kemingking, Tanjung Api-api, Gandus, Tanjung Jabung, Tanggamus, Batulicin, Jorong, Buli, dan Teluk Bintuni.