MONITOR, Jakarta – Pengamat intelijen, pertahanan dan keamanan, Ngasiman Djoyonegoro mengatakan tahun 2019 merupakan tahun penuh prestasi bagi TNI. Pasalnya, TNI di bawah kepemimpinan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto telah mampu melewati masa-masa sulit.
“TNI berhasil mengawal jalannya proses demokrasi bersejarah di Indonesia, dimana Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mampu berjalan damai, termasuk keberhasilannya mengatasi konflik-konflik horizontal yang kini sedang marak,” katanya dalam pernyataan tertulisnya, Senin (7/10/2019).
Sebagai catatan memasuki usia ke 74 tahun pada 5 Oktober 2019 kemarin menurut pria yang akrab disapa Simon tersebut, keberhasilan TNI dalam mengemban fungsi sebagai penjaga pertahanan negara sekaligus merupakan manifestasi penegak keutuhan kedaulatan NKRI termasuk berhasil mendukung suksesnya pelaksanaan pesta demokrasi (Pemilu) merupakan prestasi yang patut dibanggakan.
“Apresiasi patut kita berikan ke TNI. Di bawah kepemimpinan Pak Hadi, TNI makin solid dan mampu mengukir banyak prestasi,” tuturnya.
Simon mengatakan bahwa prestasi yang ditorehkan TNI tersebut bahkan disampikan oleh Presiden Jokowi saat memimpin upacara perayaan hari ulang tahun TNI ke-74. Misalnya, selain TNI berhasil menjaga kelancaran dan keamanan Pemilu serentak tahun 2019, juga selalu membanggakan dalam penugasan PBB di berbagai penjuru dunia. TNI selalu memastikan negara hadir di daerah terpencil, di daerah perbatasan dan di pulau-pulau terdepan Indonesia. TNI selalu manunggal dengan rakyat.
“Pak Presiden juga kasih apresiasi ke TNI. Tak hanya sukses mengawal pileg dan pilpres 2019, TNI dinilai Presiden mampu memastikan negara hadir di daerah-daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terdepan, bahkan selalu membanggakan dalam penugasan PBB,” tambah Simon.
Meskipun demikian, menurut Direktur Eksekutif Center of Intelligence and Strategic Studies (CISS) itu, prestasi-prestasi yang ditorehkan TNI saat ini harus menjadi cambuk untuk terus maju dan beprestasi. Apalagi tantangan mendatang makin kompleks seiring dengan hadirnya teknologiInternet of Things (IoT) dan teknologi Big Data.
Karena itu, Simon mengatakan bahwa paling tidak ada dua tantangan yang akan dihadapi TNI mendatang. Pertama, tantangan menghadapi ancaman cyberwar. “Bayangkan, saat ini melalui digital profiling di media sosial, maka berbagai koordinasi dan komunikasi termasuk membangun opini, sentimen serta propaganda dapat dilakukan dengan mudah,” ujarnya.
“Dengan teknik digital profiling, preferensi atau kecenderungan warganet pun dapat diketahui. Propaganda media sosial itulah yang menjadi cikal bakal kasus Arab Spring,” tegasnya.
Pengaruh teknologi yang awalnya untuk mencari sumber daya alam baru, berdiplomasi dan berdagang, sekarang bergeser ke penguasaan suatu bangsa terhadap bangsa lain. “Tantangan TNI ke depan artinya makin berat,” jelas Simon.
Menurut Simon, strategi perang pun sekarang ini berubah. Jika dulu dikenal dengan istilah hard power dan soft power, namun di era revolusi industri 4.0 muncul istilah baru bernama smart power.
“Ya sekarang ada istilah smart power, trend strategi perang mutakhir yang sangat mematikan.Smart power itu strategi yang memadukan berbagai instrumen kekuasaan negara baik yang bersifat hard seperti diplomatik, ekonomi, militer, politik maupun yang berkarakteristik soft seperti legalitas, budaya, dan lainnya,” terang Simon.
Kedua, tantangan membantu meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul sebagaimana menjadi prioritas pembangunan pemerintahan Jokowi periode kedua. Apalagi Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto baru saja mendapat gelar doktor honoris causa (HC) Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta. Gelar kehormatan diberikan dalam bidang manajemen sumber daya manusia (SDM).
“Panglima TNI dinilai sebagai figur yang handal dalam bidang manajemen SDM. Ini tentu sejalan dengan prioritas pembangunan Presiden Jokowi periode kedua. Artinya Panglima TNI juga perlu menciptakan SDM unggul di lingkaran TNI,” ujar Simon.
Karena itu, Simon terus mendorong agar alutsista TNI terus dikembangkan menjadi berbasis teknologi digital. Pasalnya, saat ini setiap orang dan setiap pasukan TNI mutlak harus terhubung dengan internet satu sama yang lain. Keniscayaan pembaruan alutsista perlu dilakukan mengingat jenis teknologi yang menjadi pilar Revolusi Industri 4.0 semakin bergerak cepat.
“SDM TNI harus unggul. Ini tantangan ke depan. SDM yang unggul punya kecepatan untuk mendeteksi lawan. Presiden Jokowi mengatakan tantangan sekarang bukan negara besar menguasahi negara kecil, namun negara cepat menguasai negara lambat,” ucap SImon.
Karena itu, Simon juga menyambut positif atas perhatian Presiden kepada TNI yang meningkatkan anggaran pertahanan dari Rp 121 triliun di tahun 2019 menjadi Rp 131 triliun di tahun 2020, pemerintah juga meningkatkan tunjangan kinerja tentara menjadi 80 persen pada tahun 2020, menambah 450 posisi baru untuk perwira berpangkat kolonel dan 300 posisi baru untuk perwira tinggi.
“Sebagai bentuk apresiasi, kami menyambut baik penambahan anggaran untuk TNI, peningkatan tunjangan ataupun penambahan posisi baru untuk untuk perwira berpangkat kolonel dan untuk perwira tinggi,” tutupnya.