MONITOR, Jakarta – Datangi Fraksi PDIP DPRD DKI, warga perumahan Pantai Indah Kapuk (PIK) mengeluhkan suplai air bersih di rumahnya. Pasalnya, pengembang perumahan itu tidak lagi memasok air bersih dengan alasan musim kemarau sejak tahun 2014.
“Setiap kemarau, kami kesulitan air bersih antara 4-5 bulan. Pipa air bersih dari PAM Jaya atau Pemda tidak ada, hanya dari water treatment plant (WTP) yang disediakan pengembang. Kemarin saja, lima hari tidak ada suplai air, sehingga kami inisiatif beli air curah,” ujar koordinator warga Pantai Indah Kapuk, Oscar saat beraudiensi dengan fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Kamis (3/10).
Selain kekurangan pasokan air bersih, kata Oscar, kualitas air dari pengembang pun sangat jelek. Bahkan, ungkapnya, beberapa warga mengalami gatal-gatal dan diare karena menggunakan air yang berasal dari Kali Angke itu. Dia berharap, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bisa memasok air bersih ke tempatnya.
“Beberapa kejadian ada gatal-gatal atau muntaber. Karena kualitas air bau, berwarna keruh kemudian kadang-kadang ada cacing dan kotoran. Untuk itu, kami berharap ditarik pipa dari PAM Jaya ke wilayah kami. Tapi kami dengar, tidak ada anggaran dari pemerintah untuk masuk ke daerah kami karena itu masih kewajiban pengembang,” katanya.
Dia mengungkapkan, wilayah perumahan PIK dihuni oleh lebih dari 10 ribu kepala keluarga. Namun, warga yang berada di Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara seringkali kekurangan air bersih setiap musim kemarau tiba.
“Pihak pengembang sebenarnya menyiapkan air curah atau air tangki pada jam tertentu. Tapi tidak cukup, karena hanya disiapkan dua unit mobil tangki. Beberapa warga berinisiatif membeli air curah, tapi harganya mahal, Rp 80 ribu per kubik. Kalau dari PAM Jaya kan cuma Rp 7 ribu per kubik. Kalau dari pengembang, sekitar Rp 25 ribu per kubik,” ungkapnya.
Anggota fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Ima Mahdiah mengaku heran pemukiman mewah sekelas PIK sangat kekurangan air bersih. Menurutnya, ada 24 orang perwakilan warga yang mengadukan hal itu ke Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta agar segera dicarikan solusi terbaik.
“Ini rumah mewah tapi kurang air sampai ada muntaber. Makanya mereka audiensi ke kami. Ada sekitar 24 orang. Aku sebelumnya cek juga ke sana. Kualitas airnya jelek. Nanti kita akan panggil PAM Jaya, Agung Sedayu selaku pengembang, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mencari solusinya,” kata Ima.
Sesuai aturan, lanjut Ima, kalau swasta tidak mampu menyediakan air bersih maka pemerintah harus mengambil alih itu. Namun, katanya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun tidak sekonyong-konyong bisa masuk ke perumahan mewah itu tanpa ada izin dari pengembang.
Senada dengannya, anggota fraksi PDIP lainnya, Ida Mahmudah menyarankan agar warga berembug dengan RT/RW setempat untuk mengajukan pengaduan resmi ke Gubernur DKI Jakarta. Menurutnya, posisi RT/RW sebagai kepanjangan tangan pemerintah cukup kuat untuk mewakili pengembang.
“Bisa melalui RT/RW dengan bersurat kepada gubernur. Mereka bisa mewakili pengembang yang sudah tidak bertanggung jawab agar pemerintah bisa turun ke sana. Solusinya RT/RW versurat kepada gubernur. Ini ada aturannya dari Mendagri,” tegasnya.
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono mengungkapkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kesulitan masuk ke kawasan PIK karena pengembang belum menyerahkan kewajiban fasos/fasum. Dia mengaku akan segera memanggil pihak terkait agar permasalahan warga PIK segera teratasi.
“Saat ini warga kesulitan mendapatkan air bersih karena pengembang juga sulit mendapatkan air bersih. Kenapa Pemprov DKI Jakarta tidak bisa mengelola, karena pengembang belum menyerahkan kewajibannya. Nanti kita duduk bareng, PDAM kita undang, Agung Sedayu kita undang dan Pemprov kita undang,” pungkasnya.