PERTANIAN

Kementan Kembangkan Kawasan Bawang Merah di Timur Indonesia

MONITOR, Kupang – Kementerian Pertanian semakin gencar menjalankan program pengembangan kawasan bawang merah, termasuk Nusa Tenggara Timur (NTT). Kebutuhan bawang merah di wilayah NTT yang selama ini terpenuhi dari Jawa dan NTB mulai didorong untuk diproduksi sendiri. Hal tersebut direalisasikan melalui bantuan pengembangan kawasan seluas 260 hektare dengan anggaran Rp 4,9 miliar selama periode 2019.

“Kita sudah mengidentifikasi pulau mana saja yang masih defisit antara kebutuhan dengan produksi bawang merah atau cabai. NTT menjadi salah satu pulau yang masih defisit keduanya. Ke depan, alokasi APBN akan kita arahkan untuk penumbuhan tersebut,” ujar Plt. Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Sukarman

Selain itu, ujarnya, Kementan dihadapkan pada tantangan keterbatasan SDM petani dan kondisi tanah lempung berpasir. Ketersediaan air pun menjadi kendala utama pada pengembangan Hortikultura. Butuh intervensi teknologi untuk mengoptimalkan potensi di sana.

“Sinergi antara Ditjen Hortikultura dengan Eselon I lainnya sangat diperlukan untuk mendukung kawasan bawang merah khususnya terkait peralatan dan mesin yang dibutuhkan petani di musim kemarau, misalnya pompa air. Bahkan kalau dimungkinkan adanya embung untuk kawasan hortikultura,” lanjut Sukarman.

Kelompok Tani Molie di Desa Nunkurus Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, NTT perdana melakukan penanaman bawang merah. Mereka menanam di musim kemarau karena mendapat bantuan pompa air dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementan.

“Kami di Kupang menyambut baik program Kementerian Pertanian untuk pengembangan kawasan bawang merah di NTT. Perlahan tapi pasti kami ingin melepaskan ketergantungan pasokan dari Jawa,” tutur Ketua Kelompok Tani Molie, Denikson.

Dalam kesempatan tersebut para petani berkomitmen memperluas areal tanam. Mereka menanam varietas super philips karena setelah uji coba di lahan seluas 1 hektare ternyata hasilnya cukup bagus.

“Kami kemudian memutuskan akan menjadikannya sebagai benih bawang merah untuk musim tanam selanjutnya. Kami juga berkomitmen untuk melanjutkan pengembangan bawang merah ini secara swadaya pada tahun yang akan datang,” lanjut Denikson.

Hal tersebut selaras dengan upaya Ditjen Hortikultura mendorong lahirnya petani mandiri benih. Program ini rencananya akan ditargetkan sukses pada 2020 melalui pengembangan kawasan intensifikasi.

“Bantuan yang diberikan berupa stimulan. Pemetintah memberikan paket berupa sarana produksi terdiri dari pupuk organik, bahan pengendali OPT ramah lingkungan dan lain-lain. Sementara benih didapat dari pertanaman pada 2019,” ujar Kasie Penerapan Teknologi Bawang Merah dan Sayuran Umbi, dan Kelembagaan, Muhammad Syaifuddin.

Melalui pengembangan kawasan intensifikasi, lanjut Syaifuddin, cakupan luas kawasan dapat semakin meningkat sehingga kelompok tani yang mendapatkan bantuan APBN semakin banyak dan berkelanjutan.

Kepala Dinas Pertanian Propinsi NTT, Yohanes Oktovianus, bersama Kepala Dinas Pertanian/ Kepala Bidang Hortikultura Kabupaten Lingkup Propinsi NTT, menuturkan langkah penanaman tersebut baru permulaan.

“Kami dalam setiap kesempatan di lapangan tak henti-hentinya menganjurkan petani untuk bertanam komoditas hortikultura. Pangsa pasar sudah jelas karena NTT memiliki destinasi wisata internasional yang membutuhkan suplai kontinu. Kami dorong bawang merah dan cabai karena kedua komoditas tersebut harga jualnya cukup baik di pasar NTT,” tuturnya.

Mengubah pola pikir petani untuk mau menanam komoditas hortikultura diakuinya tidaklah mudah. “Butuh ketelatenan, keuletan dan modal biaya yang lebih. Namun kami yakinkan petani bahwa menanam bawang merah dan cabai adalah salah satu cara paling cepat untuk mendapat penghasilan lebih. Ujungnya adalah peningkatan kesejahteraan,” tutup Yohanes.

Sebagai informasi, angka ATAP 2018 untuk luas tanam di NTT seluas 1.256 hektare dengan total produksi 4.542 ton. NTT masih perlu mengejar produktivitas bawang merah. Saat ini masih rendah di kisaran 8 ton per hektare. Berbeda dengan wilayah sentra seperti Brebes dengan provitas 12 ton per hektare.

Recent Posts

Gelar BGN 2025, Menperin: Harus Agresif Tunjukkan dan Bangga Pakai Batik

MONITOR, Jakarta - Industri fesyen merupakan salah satu subsektor unggulan dalam industri kreatif nasional yang…

1 jam yang lalu

Aksi Bela Palestina, DPR Tegaskan Pentingnya Solidaritas Seluruh Elemen Bangsa

MONITOR, Jakarta - Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Mardani Ali Sera, menyampaikan…

6 jam yang lalu

Inisiatif Kemenperin Ajak Publik Dukung Transformasi Industri Hijau

MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian melalui Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) kembali menegaskan…

9 jam yang lalu

Kementerian PU Kebut Selesainya Kawasan Permukiman Tanjung Banun

MONITOR, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum (PU) terus mendorong pengembangan kawasan permukiman yang layak huni…

12 jam yang lalu

Ketua Komisi DPR: Pengibaran Bendera One Piece Tidak Berarti Melecehkan Simbol Negara

MONITOR, Jakarta - Ketua Komisi XIII DPR RI Wily Aditya menanggapi fenomena maraknya pengibaran bendera…

12 jam yang lalu

Kemenperin dan BPS Kumpulkan Data Kawasan Industri, Bidik Target Ekonomi

MONITOR, Jakarta - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen dalam lima tahun ke depan.…

14 jam yang lalu