MONITOR, Jakarta – Gelombang besar aksi mahasiswa yang terjadi di sejumlah daerah, Selasa (24/9) bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba, melainkan telah melalui proses panjanga sebelumnya.
Demikian disampaikan Dosen Ilmu Politik Universitas Diponegoro, Semarang, Wijayanto PhD seperti dikutip, Rabu (25/9)..
“Di Semarang misalnya. Telah ada gerakan aliansi masyarakat Jawa Tengah, tokoh-tokoh masyarakat sipil, tokoh-tokoh lintas agama, juga aliansi akademisi yang ikut mengkritisi seleksi Capim KPK dan RUU KPK, namun diabaikan,” kata dia.
Tidak hanya itu, Wijayanto menuturkan, gerakan mahasiswa yang timbul terjadi berkali-kali namun terkesampingkan. Sehingga, gerakan di Jalan Pahlawan hari ini, Rabu (25/9) adalah kelanjutan dari aksi itu.
“Kekecewaan publik ini tentu saja juga terjadi di Jakarta, Yogya, Malang, Surabaya dan kota-kota lainnya. Apa yang menjadi aspirasi tidak didengar. RUU KPK ternyata disahkan,” ucap Direktur Center for Media and Democracy (LP3ES) Jakarta.
Pada saat bersamaan, lanjut Wijayanto, muncul RUU bermasalah lainnya seperti Rancangan KUHP dan RUU Pertanahan.
“Rancangan KUHP misalnya dipersepsikan membatasi kebebasan sipil, kebebasan pers dan terlalu banyak mencampuri ruang privat,”pungkasnya.