MONITOR, Jakarta – Pro-Kontra mengenai Revisi UU KPK memang sedang menyita perhatian hampir semua komponen Masyarakat Indonesia hari ini.
Menanggapi hal tersebut, Donny Arman dari Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) mengatakan bahwa sebelum terjebak pada soal pro dan kontra, kita harus menyatukan Persepsi dahulu mengenai KPK itu sendiri, apa masih diperlukan atau tidaknya dalam kehidupan berkebangsaan sehari-hari khususnya dalam upaya Pemberantasan Korupsi di Tanah air tercinta baik dari sisi Filosofi dan Sejarah berdirinya.
“Hal ini sangat penting karena agar tidak adanya missink link terhadap Generasi saat ini dalam melihat sudut pandang setuju atau tidaknya dalam menentukan Setuju atau tidaknya UU KPK itu direvisi,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (10/9/2019).
“Masyarakat Indonesia saat inipun harus juga “Refresh” bahwasannya KPK adalah suatu Lembaga/Badan yang lahir dimasa Reformasi, Jadi KPK adalah Anak kandung dari perjalanan Reformasi Indonesia,” tegasnya.
Donny menambahkan, dalam perkembangannya, memang UU perlu penyesuaian sehingga adalah hal biasa jika sebuah UU itu direvisi, termasuk UU KPK. Yang penting semangatnya adalah untuk penegakan dan kepastian hukum.
“Jika tidak terbukti bersalah atau kurang bukti ya harus ada SP3, dan memang harus ada Dewan Pengawas sebagaimana Lembaga lain ada pengawas agar tidak terjadi abuse of power,” tegasnya.
“Dan Kita perlu mengetahui apa esensi dari revisi tersebut, jika mengenai Pembatasan Wewenang terdapat tahapan prosedural dalam penindakan yang harus dilalui secara normatif seperti yang sudah dilakukan tidak perlu diubah wewenangnya akan tetapi yang perlu ditekankan adalah dalam Proses Pencegahan yang menjadi penting dalam upaya Sosialisasi menghilangkan korupsi itu sendiri,” tambahnya.
Menurut Donny, pembentukan Nation Character Building seperti yang menjadi Visi Founding Fathers maupun program Pemerintah menjadikan SDM yang unggul dapat tercapai dengan efektif baik di saat 5 tahun Periodesasi Pemerintahan maupun untuk Visi Indonesia ke depan.
“Jika tujuan tersebut selaras dengan keinginan dari Pemberantasan bahkan Pencegahan sampai ke desa-desa maka seharusnyalah revisi juga memuat peran KPK secara substantif seperti itu bahkan baiknya pun secara struktural bisa diperluas lagi sampai ke tingkat desa maupun kelurahan, jadi tidak hanya secara wewenangnya saja yang direvisi,” tandasnya.
Adapun hal yang menjadi bottom line lanjut Donny adalah fungsi peran serta wewenang pengurangan disarankan agar yang selama ini sudah baik untuk kinerja KPK tetap dipertahankan, meskipun tetap harus ada evaluasi dan perubahan sebagaimana usul dan saran berbagai pihak.
“KPK saat ini masih menjadi garda terdepan dalam memberantas korupsi di Indonesia, hanya saja revisi harus tetap memperkuat KPK itu sendiri. Pengambilan keputusan tentang revisi UU KPK harus sangat hati hati untuk tidak menimbulkan legacy yang kurang baik jika terdapat pasal pasal, point per point perubahan itu yang kurang pas dari mastermind pemberantasan korupsi di Indonesia,” katanya.
“Misalnya Revisi yang belum pernah ada akan tetapi bisa menjadikan tumpang tindihnya SOP maupun Protap dalam menentukan dan menjalankan Sprindik yang harus diatur secara rigid, kemudian rekruitmen penyidik maupun pegawai yang jelas secara prosedural termasuk periodesasinya selama bekerja di KPK,” ungkapnya.
“Sehingga perubahan UU KPK sesuai dengan mana hal yang perlu diubah dan mana yang belum perlu, jadi win win solution menjadi kunci agar perdebatan antara Pro-Kontra bisa menemukan titik temunya demi kesatuan dan persatuan bangsa,” tutupnya.