Senin, 25 November, 2024

Pro Kontra Revisi UU KPK, Semua Pihak Mesti Sama-Sama Bijak

MONITOR, Jakarta – Pro dan kontra terkait revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) terus bergulir. Banyak pihak yang menolak karena revisi tersebut bakal melemahkan KPK, namun tidak sedikit pula yang mendukung dengan berbagai alasan dan argumentasinya tersendiri.

Seperti diketahui, dengan adanya revisi UU tersebut, sejumlah pasal dalam UU KPK bakal direvisi, seperti fungsi dewan pengawas dan kewenangan penyidikan. Pasal 37A draf RUU membahas posisi dan fungsi dewan pengawas. Dewan pengawas terdiri dari lima orang yang memiliki sejumlah kewenangan terkait tugas KPK.

Poin revisi selanjutnya terkait wewenang penyadapan. Pasal 12 b ayat 1 draf RUU KPK menyebut penyadapan dilaksanakan atas izin tertulis dari dewan pengawas. Pada ayat 2 disebutkan pimpinan KPK harus mengajukan izin tertulis untuk menyadap.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional (UNAS), Robi Nurhadi mengatakan polemik tentang revisi UU KPK mesti disikapi secara bijak. Karena keinginan masyarakat melalui DPR yang ingin merevisi UU KPK merupakan reaksi atas keberadaan UU KPK saat ini dan implementasinya oleh KPK dengan segala tafsirnya.

“Karena itu, wajar kalau terjadi feed back, terutama terhadap dampak yang ditimbulkannya,” kata Robi melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (7/9/2019).

Menurut Robi, dalam konteks penindakan pidana korupsi oleh KPK tetap harus mengedepankan stabilitas pembangunan, stabilitas keamanan dan stabilitas pembangunan sumber daya manusia pelaksananya yang harus berkembang tanpa rasa takut untuk mengerjakan program-programnya, juga tanpa merasa khawatir untuk dibidik oleh lawan-lawan politiknya.

“Kalo keberadaan dewan pengawas KPK itu mampu mewujudkan rasa keadilan para pelaksana pembangunan, serta dianggap mampu membangun check and balances dalam masalah tersebut, maka ia bisa dipertimbangkan sebagai solusi. Tapi ingat bukan sebagai ajang kolusi baru, atau sebagai ajang penjinakan KPK,” ungkapnya.

“Saya setuju bahwa penegakan hukum harus memberikan kepastian hukum. Oleh karenanya, kewenangan pemeriksaan tanpa SP3 oleh KPK dengan tanpa batas waktu, menjadi wajar untuk dikaji ulang dalam revisi UU KPK saat ini,” tegasnya.

Robi menegaskan bahwa tujuan akhir dari pembangunan KPK harus dikembalikan sebagai salah satu lembaga yang menertibkan penyelewengan anggaran pembangunan atau mencegah KKN.

“KPK jangan merasa ingin menjadi superbody. Tanpa ada yang bisa mengoreksi. Di sisi lain juga, pemerintah dan DPR jangan merasa ingin menjinakan KPK atau bahkan ingin bisa mengendalikannya melalui kelembagaan Dewan Pengawas KPK,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER