MONITOR, Jakarta – Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menyebutkan bahwa sedikitnya ada empat kelemahan mendasar yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
Hal itu disampaikannya dalam acara diskusi yang digelar Fraksi PDI Perjuangan MPR RI bertajuk ‘Evaluasi Kelemahan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)’, di Hotel Mercure, Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, Kamis (5/9).
Menurut dia, pertama, perencanaan pembangunan model SPPN hanya bertumpu di tangan eksekutif (executive centris). Sehingga, model pembangunan jenis ini menghilangkan prinsip dan semangat gotong royong dan mengedepankan individualisme.
“Kedua, kendati pun ternyata ada substansi RPJM yang berbeda atau dikurangi atau mungkin lebih luas dari yang ditetapkan dalam RPJP, tidak ada satu pun ketentuan di dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 atau undang-undang lainnya yang melarang hal tersebut,” ujar politikus PDI Perjuangan tersebut.
Ketiga, lanjut Basarah, terdapat fakta bahwa visi misi dan program kerja presiden terpilih ternyata dalam beberapa hal berbeda dengan visi misi dan program kerja kepala daerah terpilih. Dengan demikian, sambung dia, dapat terjadi perbedaan implementasi RPJM Nasional dengan RPJM Daerah.
“Ke empat, Presiden atau Kepala Daerah penggantinya tidak ada kewajiban untuk melanjutkan program pembangunan yang telah atau sedang dijalankan tetapi belum sempat selesai oleh Presiden atau Kepala Daerah sebelumnya,” terangnya.
Oleh karena itu, imbuh Basarah sebagai solusi dari persoalan di atas, maka diperlukan upaya menghadirkan kembali Haluan Negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesian.
“Keberadaan haluan negara ini akan makin melengkapi sempurnanya bangunan ketatanegaraan Indonesia berdasarkan sistem presidensial yaitu Indonesia memiliki Pancasila sebagai haluan ideologi negara, UUD NRI Tahun 1945 sebagai dasar konstitusi negara dan haluan negara sebagai kebijakan dasar pembangunan negara,” jelas Basarah.
Di lokasi sama, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengamini peryataan yang disampaikan Basarah. Dalam tataran empirik memang tidak ada sinkronisasi dan kontinuitas pembangunan nasional.
Dalam hal capaian kinerjanya di Banyuwangi, Anas mengungkapkan bahwa prestasi di Banyuwangi belum tentu bisa diiterapkan di daerah-daerah lain.
“Tidak ada sanksi bagi pemerintah daerah yang tidak melaksanakan RPJPN dan RPJMN. Karena itulah diperlukan adanya Haluan Negara sebagai kaidah penuntun arah pembangunan,” jelas Anas di lokasi serupa.