MONITOR, Jakarta – Kuasa Hukum Fahri Hamzah, Slamet Hasan mengatakan pihaknya masih menunggu proses verifikasi yang dilakukan Pengadilan Jakarta Selatan terkait putusan eksekusi ganti rugi sebesar Rp 30 miliar terhadap para elit PKS yakni Presiden PKS Sohibul, Ketua Dewan Syariah Surahman Hidayat, Wakil Ketua Dewan Syuroh Hidayat Nur Wahid, Abdul Muis dan Abdi Sumaithi, sebagai para tergugat.
“Saat ini masih melengkapi verifikasi dari pengadilan. Nah waktunya kapan?, dalam hukum acara tidak diatur secara limitatif, tergangtung pada ketua pengadilan dan tergantung pada kesibukan di pengadilan itu sendiri (untuk melakukan eksekusi sita,red),” kata Slamet saat dihubungi, di Jakarta, Rabu (4/9).
Soal sita eksekusi itu, sambung Slamet, merupakan sikap subjektif dari pihak pengadilan yang menjalakannya. Pihaknya, imbuh dia, pada saat mengajukan surat permohonan sita eksekusi kepengadilan kemarin, hanya melampirkan daftar nama-nama yang menjadi objek sita.
“Jadi kita bisa melakukan sita suatu barang sebagai jaminan. Barang-barang yang bergerak maupun tidak bergerak antara lain tanah dan bangunan, ada kendaraan. Termasuk kita pertimbangkan, karena ada yang dari mereka itu mantan pejabat negara,” ucap dia.
“Jadi itu kita coba cek di LHKPN KPK. Secara detailnya kita tidak bisa menyampaikan karena dari para tergugat kita ketahui mantan pejabat negara dan khawatir kita ada pengamanan dari pihak terkait jika tahu yang mau di sita ini dan itu,” terang Slamet.
Tetapi, lanjut Slamet, kalau merasa terlalu lama langkah eksekusi yang dilakukan pengadilan, maka pihaknya akan maju lagi ke ketua pengadilan dan menyampaikan surat mempertanyakan bagaimana eksekusi yang diajukan itu.
“Pastinya akan kami tanyakan kembali-red, bagaimana kelanjutan dari ekskusi yang kami ajuka itu,” sebutnya.
Sementara itu, ketika disinggung soal penolakan dari pihak tergugat, Slamet mengatakan kalau sebetulnya tergugat itu dengan tidak menjalankan keputusan, serta merta dia sudah menolak. Namun, sekarang ini sudah tidak ada upaya untuk menolak, karena ini sudah dijalankan oleh pengadilan.
“Jadi dia mendiamkan putusan sudah menolak. Kalau di luar negeri itu, apa yang dilakukan Sohibul Cs itu sudah masuk dalam contemp of court (menghina lembaga peradilan).”
“Dan kemungkinan, nanti kita juga ingin usulkan ke DPR, di Undang-Undang Mahkamah Agung (UU MA) bahwa para pihak yang tidak menjalankan putusan pengadilan itu, kita masukan atau dikategorikan sbagai contemp of court, dan harus dihukum pengadilan di luar amar putusan yang utuh,” tandasnya.
MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama akan mengembangkan pendidikan berbasis cinta. Hal ini disampaikan Menteri Agama…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan mengantisipasi adanya perubahan tata kelola impor garam menyusul target…
MONITOR, Bandung - Jasa Marga melalui PT Jasamarga Tollroad Operator (JMTO) dan Representative Office 3…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah mendorong penegak hukum bekerja sama dengan…
MONITOR, Jakarta - Pertamina Patra Niaga siap mendukung kebijakan Pemerintah untuk menurunkan harga tiket pesawat…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI, Prof Rokhmin Dahuri mengajak Semua Pihak untuk…