Categories: PARLEMEN

Tidak Libatkan DPR, Ibu Kota Baru Bisa Berstatus Ilegal

MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi II DPR Yandri Susanto mengatakan bahwa rencana pemerintah untuk memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke daerah lain, harus melibatkan DPR sebagai representasi perwakilan rakyat.

Sebab, sambung dia, bila hal itu tidak dilakukan, alias tanpa adanya kesepakatan dari dewan, maka Ibu Kota baru nanti, berstatus ilegal.

“Kalau sampai saatnya kita DPR ini tidak diajak bicara, maka Ibu kota itu, bisa disebut Ibu Kota Ilegal, karena Pak Jokowi tidak bisa (perpendapat sendiri), walaupun presiden, semua yang dilakukan atas perintah undang-undang, baik itu undang dasar undang-undang (UUD) dan turunannya,” kata Yandri dalam acara diskusi, di Komplek Parlemen, Senayan, Kamis (22/8).

“Ya bisa juga dia membuat Keppres, tetapi tetap saja Keppres tidak boleh bertolak belakang dengan undang-undang karena undang-undang lebih di atas dari Keppres,” lanjut dia.

Yandri pun menyarankan, agar tim pemerintah sebaiknya untuk segera mengirimkan draft rancangan undang-undang (RUU) tentang pemindahan Ibukota dan kalau itu sudah dikirim, maka dibahas oleh seluruh fraksi dan komisi. Termasuk, sambung dia, memintakan pandangan dari akademisi, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), media massa terkait dengan tempat yang menjadi lokasi baru nantinya.

“Itu perintah dalam membuat undang-undang dan harus kami lakukan dan kami tanya juga daerah khusus Ibu Kota DKI Jakarta, bagaimana kalau pindah, apa efek positif dan negatifnya, (begitu) itu tata caranya,” ujar politikus PAN itu.

Sekertaris Fraksi PAN DPR itu juga berpandangan untuk melakukan pemekaran suatu daerah dari kabupaten kota yang pergerakan manusianya tidak sehebat Ibu Kota saja, masih sangat rumit. Apalagi, ini memindahkan Ibu Kota Negara.

Sebab, kata dia, menyangkut soal status aset negara yang nantinya juga akan ikut dipindahkan. Karena, kalau semua perintah di undang-undang itu tidak direvisi. Misalkan, anggota DPR dan MPR atau gedung DPR, atau kantor DPR, KPU, sidang Mahkamah Agung (MA) berkantor di Ibu Kota Negara, berartikan juga harus dipindahkan.

“Kalau itu dilalui semua (pembahasan,red) dan pada akhirnya mengambil keputusan setuju atau tidak setuju, nanti kita tunggu di rapat paripurna kalau memang itu terjadi. Tetapi, selama undang-undang itu belum ada, saran saya, pemerintah belum bisa bergerak, belum bisa melakukan tindakan hukum atau menggunakan anggaran negara, untuk memulai pembangunan Ibu kota baru,”tukasnya.

Recent Posts

DPR Akui Amarah Rakyat Sebagai Peringatan Keras

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Benny K. Harman berbicara soal meningkatnya kritik…

31 menit yang lalu

DPR Pangkas Rp260 Miliar per Tahun, Transformasi Jangan Berhenti di Senayan

MONITOR, Jakarta - Keputusan DPR RI memangkas sejumlah tunjangan, termasuk tunjangan perumahan sebesar Rp 50…

2 jam yang lalu

Soroti Tragedi Vian Ruma, DPR Ingatkan Pentingnya Perlindungan Aktivis Lingkungan

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan menyampaikan keprihatinan mendalam atas meninggalnya…

3 jam yang lalu

Kemenag Buka Kesempatan Beasiswa Bagi Kaum Perempuan

MONITOR, Depok - Kementerian Agama melalui Pusat Pembiayaan Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (PUSPENMA) Sekretariat…

4 jam yang lalu

202.117 Siswa Ikuti Olimpiade Madrasah Indonesia 2025

MONITOR, Jakarta - Olimpiade Madrasah Indonesia (OMI) Bidang Sains 2025 banjir peminat. Total ada 204.222…

4 jam yang lalu

Kapal GSF Diserang Pesawat Tak Berawak di Pelabuhan Tunisia, WNI Dinyatakan Aman

MONITOR, Tunisia - Salah satu kapal armada Global Sumud Flotilla (GSF) yang tengah bersandar di…

6 jam yang lalu