MONITOR, Jakarta – Munculnya tindakan radikalisme berawal dari persoalan ekonomi sosial dan ketidakadilan.
Sehingga, munculnya kelompok-kelompok sejak reformasi, seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menjadi gerakan yang membuka ruang kebebasan dalam berekspresi, baik di bidang ekonomi, sosial, agama maupun politik.
Demikian disampaikan Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat, Alan Barok Ulumudin dalam keterangan tertulisnya dalam acara dialog ‘Metamorfosis Gerakan Radikalisme Sebagai Ancaman Bangsa di Majalengka,’ Rabu (21/8).
“Faktor faktor tersebut saya simpulkan dari literasi bahwa pemantiknya adalah ekonomi dan sosial,” kata Alan.
Tidak hanya itu, Alan juga menyimpulkan yang paling kental faktor atau penyebab dari gerakan radikalisme itu adalah soal ekonomi, kemudian yang kedua sosial serta penegakan supremasi hukum yang timpang.
Menurut dia, meski gerakan itu di Kabupaten Majalengka cenderung landai, bukan berarti tidak mungkin bisa menyulut ke arah radikalisme, seperti dari informasi yang ada, terkait warga Majalengka yang tertangkap di Jakarta terkait aksi 21-22 Mei lalu.
“Ini artinya meski pun organisasi (HTI,red) itu dibubarkan akan tetapi ideologi tetap berkembang. Sehingga ketika organisasi tanpa rumah saya kira harus tetap diwaspadai,” ujarnya.
Masih dikatakan Alan, satu Ideologi yang terus ditanamkan adalah Pancasila dimana negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah. Darul Ahdi artinya negara tempat kita melakukan konsensus secara nasional.
“Negara kita berdiri karena para pendiri sepakat bahwa. seluruh kemajemukan bangsa, golongan, daerah, kekuatan politik, sepakat untuk mendirikan Indonesia,” tukasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua PWI Perwakilan Majalengka Jejep Falahulalam menyatakan metamorfosis gerakan radikalisme sebagai ancaman bangsa yang berkembang subur saat ini adalah soal ekonomi.
Solusi yang harus dilakukan kata Jejep baik dilakukan oleh Pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, Kecamatan hingga Desa atau Kelurahan yakni dengan kembali menumbuhkan kecintaan kepada ideologi Pancasila.
“Bahwa founding father sepakat dasar dan Ideologi adalah Pancasila yang tidak bisa diganggu gugat kemudian Bhineka Tunggal Ika, UUD 1945 serta bahwa kesepakatan negara ini adalah kesatuan atau NKRI,” kata dia.
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan komitmen pemerintah untuk terus mendampingi masyarakat, khususnya…
MONITOR, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik mengatakan, upaya…
MONITOR, Jakarta - Peringatan Hari Ibu dimaknai secara reflektif oleh Pusat Studi Islam, Perempuan, dan…
MONITOR, Jakarta - Dalam rangka memastikan kelancaran, keselamatan, dan kenyamanan perjalanan masyarakat selama periode Natal…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama Republik Indonesia menyalurkan bantuan bagi 11.772 mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan…
MONITOR, Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. memprediksi puncak arus lalu lintas (lalin) meninggalkan…