Categories: BERITA

Pakar HTN: Sistem Demokrasi Indonesia Mengarah ke ‘Super Presidentialisme’

MONITOR, Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Margarito Kamis menilai bahwa kondisi demokrasi yang tengah di jalani Indonesia saat ini, terlebih pasca Pemilu serentak 2019 sedang mengarah pada kecenderungan untuk menciptakan sistem ‘Super Presidentialisme‘.

Yang artinya, sambung dia, dimana negara akan secara mutlak didefinisikan oleh pemerintah, lantaran sudah tidak adanya check and balance dalam menjalankan sistem ketatanegaraan.

“Saya mau bilang, kalau kita cek (saat ini) kecenderungan dunia dan kecenderungan yang sedang terjadi di Indonesia hari ini, upaya kita sedang menciptakan ‘super presidensialisme’ bukan sekedar presidensial. Apalagi hari ini, kalau tinggal PKS sendiri di luar (pemerintahan), negara ini definisikan oleh pemerintah, sehingga jangan hanya bicara tentang check and balances segala macam, omong kosong, ga ada itu,” kata Margarito dalam acara dialog kenegaraan bertajuk ‘Langkah Demokrasi Republik Indonesia Setelah Usia ke-74?’, di Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (14/8).

Apalagi, kata dia, desain kelembagaan pembentukan undang-undang Indonesia seperti sekarang, baik itu DPD yang sekarang, DPR yang seperti ini dan seluruh kekuatan politik merapat ke pemerintah kecuali PKS sendiri. “Dan anda sedang menciptakan super presidensialisme,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia mencontohkan, bagaimana kepemimpinan Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, dimana Kongres tidak dapat berbuat apa-apa. Dan itu, sambung dia, bisa dilihat dibeberapa program kebijakan Trump, seperti soal pembangunan tembok Mexico itu gagal beberapa kali, dan terjadi shutdown. “Tapi anda bayangkan presiden memainkan politik yang membelah masyarakat, ngak bisa dibikin apa-apa,”ujarnya.

Oleh karena itu, imbuh Margarito, sebenarnya dengan kecendrungan yang mutakhir ini , kalau kita desain kelembagaan, ketatanegaraan dan politik seperti sekarang ini kecenderungan mengarah pada super presidensialisme bukan presiden saja. Maka pada titik itu, ia mendukung apa yang kemudian didengungkan oleh PDI Perjuangan terkait adanya pedoman dalam bernegara.

“Sampai pada level tertentu senang dengan gagasan PDI-P untuk membuat Garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau apapun yang kira-kira sejenis atau yang esensinya sama. Kenapa?, ini bukan soal Orde baru dan Orde lama, anda jangan salah, dengan presidensial tanpa GBHN maka yang mendefinisikan jalannya bangsa ini, jalannya negara ini adalah presiden (secara) tunggal,” pungkasnya.

Recent Posts

Capai Rp220 Triliun, Kampanye Zakat dan Wakaf Perlu Dimaksimalkan

MONITOR, Jakarta - Potensi zakat Indonesia diperkirakan mencapai Rp220 triliun per tahun, jauh di atas…

42 menit yang lalu

DPR Desak KPK Tuntaskan Kasus Korupsi Kuota Haji, Jangan Ditutup-tutupi

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk…

2 jam yang lalu

Menag Salurkan Bantuan Rp300 Juta untuk Pura dan Korban Banjir di Bali

MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar menyapa dan menemui masyarakat Bali yang terdampak banjir…

6 jam yang lalu

KN Tanjung Datu-301 Bagikan Sembako dan Edukasi Keselamatan Nelayan Banten

MONITOR, Banten - Wujud kepedulian sosial kembali ditunjukkan oleh unsur KN. Tanjung Datu-301 dengan menggelar…

9 jam yang lalu

Komisi III Dorong RKUHAP Atur Batas Waktu, Persempit Ruang Transaksional

MONITOR, Jakarta - Komisi III DPR RI mendorong agar Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana…

17 jam yang lalu

Industri Olahraga Berdaya Saing di Kancah Dunia Meningkat

MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian terus memacu pengembangan industri alat olahraga dalam negeri karena sektor…

20 jam yang lalu