MONITOR, Taliwang – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu (Ditjen PDTU) menggelar workshop internalisasi kurikulum bina damai bagi aparatur pemerintah daerah dan desa pada Rabu (17/07) di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.
Workshop ini dimaksudkan agar aparatur sipil pemerintah daerah/desa maupun masyarakat memiliki pengetahuan dalam penanganan konflik sosial. Selain itu juga melalui workshop ini diharapkan para aparatur dan masayarakat senantiasa selalu mengarustumakan perencaaan yang peka terhadap perdamaian.
Program yang dikerjasamakan dengan Lembaga Administrasi Negara (LAN) ini disebarkanluaskan melalui beragam modul salah satunya modul pelatihan bina damai bagi aparatur sipil negara. Modul tersebut diharapkan apat meningkatkan pemahaman aparatur sipil negara tentang manajemen perdamaian dapat diterapkan dalam pelayanan kepada masyarakat.
Direktur Jenderal PDTU Kemendes PDTT Aisyah Gamawati dalam paparan yang disampaikan oleh ketua panitia, Basuki mengatakan bahwa Kemendes PDTT mendorong terjadinya perdamaian di desa melalui contoh dan tauladan dari para aparatur desa sebagai pelayan publik.
“Aparatur desa harus menjadi pelayan publik tidak hanya melulu melakukan pelayanan yang bersifat rutinitas namun juga dapat memberikan pelayanan dengan mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat yang kiranya dapat menimbulkan konflik sosial agar dapat diberikan solusi bersama, apalagi saat ini dana desa dapat digunakan untuk kesiapsiagaan menghadapi konflik sosial sebagaimana tertera dalam Peraturan Menteri Desa nomor 16 tahun 2018 tentang prioritas penggunaan dana desa tahun 2019,” katanya.
Workshop dibuka langsung oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Sumbawa Barat, Abdul Aziz. Dalam sambutannya Abdul Aziz menyatakan bahwa konflik sosial yang terjadi di masyarakat hendaknya diselesaikan dengan mengutamakan mediasi serta musyawarah atau dengan kata lain menghindari jalur hukum atau litigasi.
“Penyelesaian konflik sosial tanpa proses peradilan memiliki banyak keunggulan, disamping tidak banyak biaya yang dikeluarkan hubungan antar masyarakat pun diharapkan dapat dijaga keharmonisannya. Selain itu sebagai aparatur sipil juga akan mendapatkan kepuasan batin jika dapat mendamaikan pihak-pihak yang berseteru melalui kemampuan mediasi dan negosiasi yang dimilikinya,” katanya.
Lebih lanjut Abdul Aziz mengungkapkan bahwa kemampuan untuk melakukan proses tersebut harus di miliki oleh aparatur sipil sebagai pelayan publik dan sebenarnya praktek semacam itu sudah berkembang lama di masyarakat.
“Lembaga perdamaian sudah ada, hidup dan berkembang di masyarakat, kita sudah sering praktekan tapi tidak pernah disadari karena tidak pernah ditulis. Praktek ini lazim disebut Alternative Dispute Resolution (ADR). Bahkan, Prof. Dr. Idrus Abdullah yang merupakan putera asli Sumbawa Barat telah menulis buku terkait hal tersebut yaitu Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan (alternative dispute resolution),” katanya.
Workshop dihadiri oleh 40 orang peserta yang terdiri dari berbagai instansi dan organisasi antara lain organisasi keagamaan seperti Fatayat NU, HMI, GP Ansor, dan Pengurus Gereja. Perangkat Desa dan Kecamatan, Organisasi Kepemudaan seperti KNPI. SKPD terkait seperti Dinas PMD, Kesbangpoldagri, Sekretariat Daerah serta Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Forum Pembauran Kebangsaan, dan juga menghadirkan Narasumber-narasumber ahli seperti Kepala Dinas PMD Sumbawa Barat, Muliadi, Plt. Kepala Kesbangpol Sumbawa Barat, Supiarno, Wakil Rektor I Universitas Cordova Sumbawa Barat KH. Amir Ma’ruf Husein, serta Kanit III Sat Reskrim Polres Sumbawa Barat.