MONITOR, Jakarta – Pengurus Ampera (Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Rantau) Sumatera Barat menilai bahwa pembangunan di Sumatrta Barat (Sumbar) belakangan ini sangat kurang signifikan.
Hal itu disampaikan pada pemuda Minangkabau tersebut saat menghadapSekretaris Jenderal DPD RI Reydonnyzar Moenek.
Dalam kesempatannya itu, Ketua Ampera menyampaikan kegelisahannya akan perkembangan Sumatera Barat 9 tahun terakhir ini. Kurang gregetnya pembangunan yang signifikan dan menyentuh kepentingan publik.
“Terutama yang menggunakan anggaran pusat. Juga banyak ketimpangan hukum. Hak asasi manusia kerap dilanggar,” kata dia, Jumat (12/7).
Rizki contohkan, Simpang Tonang di Solok. Tambang emas ilegal. Ada masyarakat berontak, tapi malah ditahan. Sampai sekarang 5 orang belum ke luar, mengadu ke provinsi tidak ada respon.
“Kalian mengharapkan apa dari saya?. Kami ingin ada bapak maju jadi Gubernur yang bisa memperhatikan ini pak,” ujar Rizki lugas, disambut tepuk tangan kawan-kawannya.
Husnul Qori menjelaskan 2020 itu kan Pilkada Sumbar. Awak melihat potensi pertanian di Sumbar, awak tinggal di Indrapuro, Pesisir Selatan, perbatasan dengan Bengkulu. Masyarakat banyak tanam jagung, dan bersawah.
“Sekarang harga sawit anjlok. Bagaimana mau upah orang, harganya enggak cocok. Masyarakat jadi tambah susah,” paparnya.
Mahasiswa asal Sungai Geringgiang, Arfino juga mengatakan jika dirinya terinspirasi akan keberanian urang minang untuk merantau, “saya baca tentang Pak Donny, saya salut akan tulisan-tulisan Pak Donny hingga masuk di jurnal internasional. Punya jaringan luas. Orang birokrasi yang disiplin. Saya berharap, Bapak juga maju di Pilkada Sumbar 2020, dan bisa memajukan pendidikan Sumbar nantinya,” terangnya.
Sejumlah keluhan, saran dan kritik dari mahasiswa didengarkan pria yang menguasai beberapa bahasa ini dengan serius. Beberapa harapan tak lupa dicatatnya dengan cermat.
Menanggapi semua pernyataan tersebut, Donny mengatakan bahwa konsep regional economic development menjadi jalan keluarnya, sehingga tidak terjadi ketidakseimbangan ekonomi antar Daerah.
Harus ada pemerataan fiskal, harus ada subsidi. Subsidi harga jual dari biaya produksi yang dilakukan petani tak ada.
“Yang terjadi adalah regional inbalances,. Itulah makanya perlu ada intervensi dari gubernur. Gubernur harus respon cepat,” kata Donny
Dikatakan dia, sewaktu masih menjabat Pj Gubernur Sumbar, Donny pria kelahiran Padang 14 November 1962 ini mengungkapkan, jika Bandara Internasional Minangkabau sudah keren, tapi lampu jalan sering mati.
“Loh Ini gimana? Saya adakan rapat, kumpulkan seluruh pihak. Ingat koordinasi kewilayahan ini di tangan gubernur. Rupanya yang jadi masalah adalah dengan adanya tunggakan akibat aset gak jelas, belum diserahkan ke pemerintah daerah,” jelasnya.
“BIM ada di wilayah Kabupaten Padang Pariaman. Tapi PJU nya milik aset pusat. Saya komunikasikan, alhasil disepakati sebuah solusi yakni bantuan keuangan dari Pemprov ke Pemkab Padang Pariaman,” kata Donny
Donny menambahkan, tak ada keruh yang tak akan jernih asal kita mau berbicara, berkomunikasi, duduk bersama, sepakat sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
“Saya dulu juga aktifis mahasiswa. Saya senang dengan semangat adik-adik mahasiswa yang kritis dan menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik,” ulas dia.
Diskusi semakin berkembang dalam suasana akrab dan hangat. Persoalan seperti ekonomi, pariwisata, peluang investasi, kebudayaan, kesehatan, serta pendidikan Sumbar menjadi perhatian khusus.
Mahasiswa sepakat untuk terus memberikan informasi dan menjalin komunikasi dengan Donny Moenek, urang awak di perantauan yang sangat memperhatikan kampung halamannya itu.
Turut mendampingi Donny Moenek, Staf Ahli Sekjen DPD RI Jose Rizal dan Ahmad Averus.