Kamis, 28 Maret, 2024

LPDB KUMKM: Bangkitnya KUD Perkokoh Ekonomi Nelayan

MONITOR, Jakarta – Banyak yang tidak tahu bahwa Koperasi Unit Desa (KUD) menjadi salah satu penggerak ekonomi petani selaku penyedia pangan pada saat era Orde Baru. KUD menjadi primadona pada saat itu, apalagi dengan dukungan pemerintah yang ingin menjadikan KUD sebagai badan hukum yang dapat meningkatkan ekonomi petani.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, satu per satu KUD mulai gugur dan hanya menyisakan papan nama. Bahkan mendengar nama KUD pun rasanya sudah sulit, apalagi dikalangan millenial.

Lantas KUD tidak serta merta punah begitu saja, sebab masih banyak yang bertahan dan bangkit hingga memiliki ribuan anggota, salah satunya adalah KUD Mina Samudera. Meski sudah berdiri sejak tahun 1979, KUD Mina Samudera ini baru aktif menjalankan kegiatan koperasinya pada tahun 1999. Dimana pada tahun tersebut adalah masa sulit pasca lahirnya Era Reformasi di Indonesia, termasuk para nelayan di wilayah Pakuhaji, Provinsi Banten.

Kembali menggeliatnya kegiatan di koperasi tidak langsung disambut baik oleh masyarakat sekitar. Padahal KUD itu didirikan atas Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) No. 4 tahun 1984, dimana didukung pemerintah langsung untuk menstimulsi keaktifan masyarakat dalam mengembangkan koperasi.

- Advertisement -

Pada nyatanya, kondisi di tahun 1999 berbanding terbalik sehingga Ketua KUD Mina Samudera, Sukmajaya, harus melakukan pendekatan dari bawah, tidak lagi atas perintah dari atas.

“KUD tidak lagi berjalan seperti dulu, harusnya seperti dulu adanya Inpres membuat aktif KUD, tapi sekarang kita yang harus turun ke lapangan,” cerita Sukmajaya kepada Tim LPDB-KUMKM yang berkunjung ke kantor KUD Mina Samudera.

Ia menjelaskan tantangan KUD pada saat itu, mulai dari sulitnya mendapatkan anggota hingga sulitnya akses permodalan. Sebagaimana diketahui bahwa koperasi dibentuk atas keanggotaan yang modalnya berupa simpanan wajib dan simpanan pokok, jika anggotanya tidak bertambah maka modal pun ikut terbatas.

Apalagi koperasi merupakan badan hukum yang banyak dijauhi oleh lembaga perbankan karena memiliki risiko yang tinggi. Ditambah lagi, KUD ini memiliki bidang usaha perikanan yang juga berisiko tinggi.

“Memang awalnya kesulitan modal, apalagi dengan bidang usaha perikanan yang dianggap high risk oleh perbankan,” jelas Sukmajaya.

Ditengah sulitnya modal tersebut, dinas koperasi setempat memberitahukan untuk mengakses dana bergulir LPDB-KUMKM dikarenakan memiliki bunga jasa yang rendah dibandingkan dengan lembaga lain.

Tidak hanya dinas koperasi, Sukmajaya pun juga mendapatkan rekomendasi dari rekannya sesama koperasi, pemberitaan media, hingga akhirnya ke kantor LPDB untuk mendapatkan informasi mengenai syarat dan ketentuan dana bergulir.

“Kami tahu LPDB dari berbagai sumber, utamanya dari Dinas Koperasi yang saat itu sedang ada sosialisasi dan LPDB menjadi salah satu narasumbernya,” lanjut Sukmajaya yang juga alumni IKOPIN Bandung.

KUD Mina Samudera telah mendapatkan dana bergulir sebesar Rp 2 miliar yang dimanfaatkan untuk modal usaha Unit Simpan Pinjam (USP). Modal tersebut sudah dirasakan dampaknya, sehingga para nelayan tidak lagi tercekik oleh tengkulak, karena memang KUD ini memprioritaskan agar anggotanya dapat membawa hasil yang lebih ke rumah.

“Dana bergulir LPDB kami jadikan modal USP yang disalurkan kepada anggota khususnya nelayan, sehingga tidak lagi tercekik oleh tengkulak,” cerita Sukmajaya.

Selain USP, KUD Mina Samudera juga memiliki unit usaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) atau sebelumnya lebih dikenal Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN), serta unit usaha Kedai Pesisir yang berupa warung, dan unit usaha Grameen atau tangggung renteng dimana kelompok nelayan diberikan fasilitas pinjaman yang tidak mengenakan agunan.

Sehingga, berdasarkan Laporan Rapat Anggota Tahun 2018 terdapat 9.635 anggota yang dilayani oleh koperasi. Dari awalnya hanya memiliki 10 orang karyawan, kini memiliki lebih dari 40 orang karyawan yang bekerja di koperasi.

Hingga akhir tahun 2018 pun tercatat KUD Mina Samudera memiliki asset lebih dari Rp 29 miliar dengan SHU di atas Rp 1,6 miliar. Hal ini menunjukkan kinerja positif KUD Mina Samudera.

“2018 tercatat lebih dari 9.000 anggota aktif, jumlah karyawan yang bertambah tiap tahunnya, dan alhamdulillah SHU pun menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 1,4 miliar, kini Rp 1,6 miliar,” papar Sukmajaya.

Musuhnya Tengkulak

Keberadaan KUD Mina Samudera memang disambut baik oleh nelayan karena telah memberikan layanan pinjamannya melalui unit simpan pinjam koperasi untuk anggotanya. Namun, hal ini justru membuat tengkulak kebakaran jenggot, tidak jarang kantor koperasi mendapat ancaman hingga didatangi dengan membawa senjata tajam.

“Jadi tengkulak ini tidak terima adanya Unit Simpan Pinjam koperasi, ke kantor sampai bawa golok untuk mengancam kami” kenang Sukmajaya.

Meskipun prosesnya tidak mudah, saat ini KUD Mina Samudera justru merangkul para tengkulak bahkan menjadikan mereka anggota koperasi, sehingga tidak lagi mencekik nelayan karena semua diatur berdasarkan rapat anggota.

“Tengkulak itu kami rangkul, memang tidak mudah, tapi dengan pendekatan sosial. Kini, malah menjadi anggota koperasi” ucap Sukmajaya.

Pentingnya KUD ini dikelola dengan mengutamakan kepentingan anggota menjadi kunci keberhasilan koperasi. Terutama dalam memberantas tengkulak atau rentenir, dibutuhkan mental yang kuat bagi pengurus dan pengelola koperasi.

Sukmajaya pun berharap kepada LPDB-KUMKM agar dapat membuka kantor layanan di tiap provinsi di Indonesia agar yang jauh tidak kesulitan mengakses dana bergulir.

“Kami berharap LPDB ke depan untuk perbanyak perwakilan di daerah, minimal di 34 provinsi ini ada satu perwakilan, agar rekan koperasi lain bisa lebih mudah mengaksesnya,” harap Sukmajaya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER