SUMATERA

Tumpang Sari Kopi dan Jahe Diklaim Menguntungkan

MONITOR, Aceh – Aceh Tengah dengan ibukotanya Takengon terkenal sebagai kawasan perkebunan dan hortikultura potensial. Wilayahnya sejuk dan merupakan sentra Kopi Gayo. Selain kopi, daerah ini prospektif untuk pengembangan jahe. Masyarakat Gayo mengenal jahe dengan sebutan bing.

Racikan secangkir kopi jahe khas Tanah Rencong tidak perlu diragukan lagi kenikmatan dan khasiatnya. Kedua tanaman ini akrab di kebun. Penanaman jahe di sela – sela pohon kopi memberikan keuntungan tambahan, tidak hanya kepada tanaman kopi, juga kepada petani kopi itu sendiri.

“Saya sudah bertahun-tahun melakukan penanaman jahe di sela-sela tanaman kopi. Sebenarnya bukan hanya jahe saja kami tanam, juga kunyit. Mungkin karena itulah Kopi Gayo yang kami tanam punya cita rasa yang khas dan unik sehingga menjadi kopi nomor satu di dunia,” ujar Juli, salah seorang petani.

Pertanaman bersama jahe dan kopi tidak mengganggu produktivitas.

“Memang tanaman jahe dan kopi tidak saling mengganggu bahkan tanaman jahe menggemburkan tanah di sekitar pertanaman kopi, jadi tak ada masalah,” ujar, Kabid Hortikultura Dinas Pertanian Kab Aceh Tengah, Thamrin.

Salah satu tantangan yang dihadapi petani ketika menanam bersama kopi dengan jahe adalah pemasaran yang belum kontinyu dan masih terbatas untuk kebutuhan pasar lokal Takengon.

“Pada 2018 lalu sudah ada toko atau pedagang pengumpul di daerah ini yang mematok harga jahe segar berkisar Rp 5 -6 ribu per kg di tingkat petani. Tahun ini tidak lagi berjalan karena kesulitan finansial,” papar Kasi Pengembangan Hortikultura Dinas Pertanian Provinsi Aceh, Dedi.

Tantangan yang kedua, lanjut Dedi, dikarenakan belum adanya hilirisasi produk turunan jahe di Takengon, misalnya jahe instan, kopi jahe instan dan lainnya sehingga jahe belum menjadi komoditas primadona di Aceh Tengah.

“Padahal jahe potensinya sangat luar biasa. Berdasarkan data BPS Kabupaten Aceh Tengah, pada 2018 luas kebun kopi rakyat 49.365 hektare, minimal 25 ribu hektare dapat ditanami jahe atau kunyit,” tambah Dedi.

Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Moh Ismail Wahab menyatakan bahwa ke depan pengembangan tanaman obat khususnya jahe harus terus dilakukan.

“Tanaman obat dibutuhkan tidak hanya sebagai bumbu dapur dan minuman beraroma jahe, juga sebagai bahan baku untuk jamu dan fitofarmaka, serta komoditi ekspor. Apalagi, pemanfaatan obat tradisonal untuk peningkatan kesehatan masyarakat sedang digalakkan oleh pemerintah,” jelas Ismail.

Recent Posts

Wujud Kepedulian Sosial, JTT Berikan Bantuan Sarana Pendidikan di Awal Tahun Ajaran Baru

MONITOR, Bekasi - Sebagai wujud komitmen terhadap kepedulian sosial perusahaan, PT Jasamarga Transjawa Tol (JTT)…

33 menit yang lalu

Calon Siswa Madrasah Ibtidaiyah Bercita-cita Jadi Presiden

MONITOR, Jakarta - Seorang anak berusia enam tahun bernama Syahrul mencuri perhatian Menteri Agama Nasaruddin…

1 jam yang lalu

Kemenperin Klaim Desain Kemasan Berperan Penting Angkat Daya Saing Produk IKM

MONITOR, Jakarta - Fungsi kemasan tak sekadar menjadi pemanis atau pelindung bagi sebuah produk, tetapi…

3 jam yang lalu

DPR Berperan Batalkan Program Rumah Subsidi 18 Meter Persegi yang Tak Manusiawi

MONITOR, Jakarta - Kementrian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) akhirnya membatalkan usulan soal wacana pengecilan…

3 jam yang lalu

PT JMTO Raih Prestasi di Turnamen Tenis Meja Direktorat Operasi Jasa Marga 2025

MONITOR, Jakarta - Dalam rangka mempererat sinergi dan semangat sportivitas antarunit kerja, Direktorat Operasi PT…

4 jam yang lalu

PB IKA-PMII Priode 2025-2030 Resmi Dikukuhkan, Ini Susunanya!

MONITOR, Jakarta - Pengurus Besar Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB IKA-PMII) priode…

4 jam yang lalu