MONITOR, Osaka – Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita bersama Menteri Perindustrian RI Airlangga Hartarto melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang Hiroshige Seko. Pertemuan membahas penyelesaian General Review Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (GR-IJEPA) dan perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Pertemuan ini berlangsung di sela rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Osaka, Jepang, pada hari Kamis (27/9).
“Saya dan Menteri Seko dalam bulan ini telah tiga kali bertemu. Ini karena Indonesia dan Jepang adalah mitra penting dengan berbagai agenda bersama di bidang perdagangan, termasuk isu bilateral GR-IJEPA dan RCEP,” kata Mendag.
Mendag menegaskan, Indonesia dapat memperoleh keuntungan secara ekonomi dari GR-IJEPA dan RCEP melalui pemanfaatan akses pasar barang dan jasa yang lebih terbuka serta masuknya investasi dan kerja sama dalam meningkatkan kemampuan dan kapasitas. “Melihat besarnya potensi tersebut, saat ini kedua pihak berusaha dengan segala upaya untuk mencapai kesepakatan akhir,” lanjutnya.
Pada pertemuan ini, kedua Menteri sepakat bekerja keras agar perundingan multiregional RCEP dapat diselesaikan sebelum akhir tahun 2019. “Saya dan Menteri Seko sepakat bahwa penyelesaian RCEP sangat penting dan akan memberikan dorongan kerja sama dagang di tengah tensi dagang yang dialami dunia akhir-akhir ini,” ujar Mendag.
Pertemuan bilateral ini juga membahas isu sektoral, seperti implementasi kerja sama New Manufacturing Industry Development Center (New MIDEC), pengembangan industri otomotif, dan kebijakan Indonesia terkait Hybrid Electric Vehicle (HEV).
Pada kesempatan tersebut juga dilakukan penandatanganan Framework Document on New MIDEC di bawah kerangka IJEPA antara Menperin dan Menteri Seko. Framework Document on New MIDEC merupakan program yang dapat mendukung program industri 4.0. Hal ini mengingat cakupannya yang cukup komprehensif, yaitu meliputi sektor otomotif, elektronik, tekstil, serta makanan dan minuman dengan program lintas sektoral yang meliputi pengerjaan, pencetakan, dan pengelasan logam, pengembangan UKM, promosi ekspor dan impor, serta industri hijau dan industri 4.0.
“Indonesia menyambut baik penandatanganan kerangka kerja sama New MIDEC yang diinisiasi di bawah IJEPA. New MIDEC akan menjadi program peningkatan kerja sama sektor industri berkelanjutan dengan Jepang. Hal ini selaras dengan kebijakan industri 4.0 yang tengah digagas pemerintah. Kerja sama ini juga menjadi modal untuk tumbuh bersama demi masa depan kedua negara,” pungkas Mendag.
Selain melakukan pertemuan bilateral, Mendag Enggar turut hadir dalam pertemuan CEO Roundtable dan one on one business meeting. Pertemuan ini juga dihadiri Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Perindustrian, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Tom Lembong. Selain itu, hadir 21 pimpinan perusahaan Jepang yang berinvestasi di Indonesia.
Sekilas GR-IJEPA
IJEPA merupakan perjanjian perdagangan bilateral pertama yang dimiliki Indonesia. Perjanjian ini ditandatangani pada 20 Agustus 2007 di Jakarta dan berlaku efektif pada 1 Juli 2008. Berdasarkan amanat pasal 151 Perjanjian IJEPA, Indonesia dan Jepang dapat melakukan tinjauan implementasi dan operasionalisasi perjanjian pada tahun kelima sejak diimplementasikan. GR-IJEPA merupakan momentum untuk merundingkan kembali perluasan akses pasar kedua negara, serta meningkatkan kerja sama ekonomi.
Pertemuan awal (preliminary meeting) pembahasan GR-IJEPA dilaksanakan di Jakarta pada 12 September 2014 dan pertemuan terakhir (ke-11) dilaksanakan pada 26—29 Maret 2019 di Tokyo, Jepang. Pada pertemuan terakhir, kedua negara menyepakati pengumuman penyelesaian GR-IJEPA dilakukan oleh kedua menteri di bidang perdagangan di sela KTT G20 pada bulan Juni 2019 di Osaka, Jepang.
Jepang merupakan negara tujuan ekspor kedua terbesar bagi Indonesia serta menempati urutan ketiga sebagai negara asal impor utama Indonesia. Menurut Data Badan Pusat Statistik, pada 2018, perdagangan Indonesia-Jepang mencapai USD 37,40 miliar dengan surplus bagi Indonesia sebesar USD 1,50 miliar. Pada periode tersebut, ekspor Indonesia ke Jepang sebesar USD 19,47 miliar. Komoditas ekspor andalan Indonesia ke Jepang adalah batu bara, bijih dan konsentrat tembaga, limbah dan kepingan logam mulia, karet alam, serta kawat berisolasi.
Sementara impor Indonesia dari Jepang tercatat sebesar USD 17,97 miliar. Komoditas impornya antara lain meliputi suku cadang dan aksesoris kendaraan bermotor, kendaraan bermotor setengah jadi, mesin percetakan, mobil dan kendaraan lainnya, serta gulungan platina besi.