SOSIAL

Perempuan Indonesia Rentan Menjadi Target Radikalisasi

MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengatakan bahwa posisi perempuan sangat rentan dijadikan target radikalisasi yang penyebaran dan penyusunannya semakin mengkhawatirkan.


“Faktor agama, sosial dan kultural yang cenderung menempatkan perempuan dalam posisi marjinal dan subordinat menjadi sebab utama,” kata Susaningtyas dalam acara diskusi bertajuk Merajut Kebhinnekaan ‘Kita Bisa Apa’ di The Goodrich Hotel, Jakarta Selatan, Kamis (20/6).


Ia menjelaskan, para perempuan yang  direkrut terlebih dahulu akan diinvestasikan melalui pernikahan di mana secara sosial perempuan dipandang sekadar objek yang harus patuh dan tunduk sepenuhnya terhadap pasangannya.

 
“Mereka kemudian mendapat indoktrinasi bahwa ideologi pancasila dan sistem demokrasi adalah buatan thoghut sebagai faktor untuk meneguhkan legitimasi agama,” sebut wanita yang juga pengamat intelejen tersebut.


“Dengan kultur patriarki di Indonesia yang menempatkan perempuan dalam posisi marjinal dan subordinat. Maka perempuan Indonesia akan lebih mudah terpapar radikalisme, terutama perempuan di pedesaan yang dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah”tambahnya.


Sehingga, sambung dia, perlu adanya peningkatan upaya internalisasi nilai kesetaraan dan keadilan gender, agar perempuan Indonesia dapat lebih berdaya melawan dominasi kultur patriarki.


Dalam kesempatan yang sama, Direktur Nusantara Institute dan dosen antropologi budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi, Prof Sumantho Al Qurtuby menjelaskan, salah satu tantangan terbesar Indonesia saat ini adalah bagaimana masyarakatnya bisa merayakan keragaman atau kebhinnekaan tanpa diiringi sikap dan tindakan intoleransi dan kekerasan. 


“Hal ini penting untuk ditegaskan mengingat saat ini muncul berbagai kelompok agama, ideologi, dan politik intoleran dan radikal lantaran antipati terhadap kebhinnekaan,” ujarnya.


“Tak jarang dalam upayanya menenggelamkan pluralitas itu, mereka menggunakan cara-cara kekerasan yang brutal dan tidak manusiawi,” katanya, menambahkan.


Pluralitas menurut Sumantho merupakan kenyataan dan fakta sejarah yang ada di Indonesia saat ini dan harus disikapi secara tepat.


“Untuk itu, sikap terbaik dalam menyikapi pluralitas adalah dengan menumbuhkan pluralisme kultural di masyarakat,” pungkas dia.


Sementara itu, Ketua Umum Pertiwi Indonesia Putri K. Wardani mengungkapkan bahwa tujuan digelarnya acar dialog dalam rangka memberikan masukan positif terhadap upaya merajut kembali kebhinekaan Indonesia yang sempat terkoyak.


Hal ini merupakan wujud kepedulian Pertiwi Indonesia yang prihatin atas gencarnya penyebaran dan penyusupan faham radikal yang berpotensi memecah kerukunan bangsa. 

Recent Posts

Seleksi CPNS Kemenkumham, Panitia Sedia Layanan Pelaporan Kecurangan

MONITOR, Jakarta - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) tengah melaksanakan seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil…

33 menit yang lalu

Kementerian PU Bangun Saluran Irigasi Semantok Kiri

MONITOR, Nganjuk - Setelah mengunjungi Daerah Irigasi Siman di pagi hari, Menteri Pekerjaan Umum (PU)…

5 jam yang lalu

Timnas Futsal Putri Raih Posisi Ketiga di Ajang Bergengsi Kawasan Asia Tenggara

MONITOR, Jakarta - Timnas Futsal Putri Indonesia berhasil meraih kemenangan gemilang atas Myanmar dengan skor…

5 jam yang lalu

Kemendes Pastikan Info Rekrutmen PLD 2024-2025 di Medsos Hoaks

MONITOR, Jakarta - Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal memastikan berita dibukanya lowongan kerja Pendamping…

6 jam yang lalu

Adies Kadir Sebut Pimpinan KPK Terpilih Berdasarkan Pengalaman Penegakan Hukum

MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menyambut terpilihnya calon pimpinan KPK dan…

6 jam yang lalu

Kesamaan Pesan Puan dan Prabowo di Forum G20 Jadi Orkestrasi Komitmen RI Perangi Kelaparan

MONITOR, Jakarta - Isu kemiskinan dan kelaparan menjadi isu yang sama-sama diserukan oleh Ketua DPR…

7 jam yang lalu