MONITOR, Jakarta – Dikabarkan menjabat sebagai Ketua Dewan Penasehat Syariah (DPD) dalam situs resmi Bank Mandiri Syariah dan Bank BNI Syariah, pasangan calon (paslon) Presiden nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf Amin berpotensi didiskualifikasi oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Diskualifikasi bisa saja terjadi, tergantung dari fakta dan argumen yang disajikan di persidangan. Namun diluar itu, revisi ini memberikan informasi baru bagi masyarakat. Saya kira dalam politik, ini tentang etika ya. Kita tunggu hasil MK saja,” kata Direktur Eksekutif Institute for Policy Studies, Muhammad Tri Andika.
Andika mengatakan, dengan direvisinya gugatan tersebut akan menambahkan fakta baru. Dengan begitu, besar harapan bahwa hakim MK akan menerima gugatan Prabowo-Sandi.
“Saya kira para hakim MK juga punya semangat yang sama, dalam memberantas dugaan kecurangan pemilu. Apalagi data fakta makin diperkuat tim hukum Prabowo-Sandi. Saya yakin MK akan mempertimbangkan itu,” ujar Andika.
Ketika ditanya bentuk kecurangan yang terjadi pada Pilpres, dosen Universitas Bakrie ini berpendapat bahwa belum tentu kejanggalan dan kesalahan itu adalah kecurangan, walau tidak menutup kemungkinan ada bagian dari upaya tersebut.
“Kalau kita lihat adanya 17,5 persen DPT bermasalah, salah entri Situng KPU, pengumuman hasil pada tengah malam, kematian sejumlah petugas KPPS, dan kini ada data bahwa Ma’ruf Amin menjabat di BUMN, ini semua patut diusut dan diteliti. Kita harus mengedepankan positif thingking, walaupun tidak menutup kemungkinan ini adalah dugaan bagian dari kecurangan yang TSM menurut Tim Prabowo-Sandi itu,” pungkas Andika.
Diketahui, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi menyampaikan revisi gugatan ke MK. Ada yang menarik dalam revisi tersebut, Bambang Widjojanto selaku Ketua tim bersama anggotanya memasukkan klausul tentang jabatan Ma’ruf Amin di sejumlah BUMN.
“Informasi kami miliki. Pak calon wakil presiden nomor urut 01 ini dalam laman BNI Syariah dan Mandiri Syariah namanya masih ada dan itu berarti melanggar pasal 227 huruf P (UU Pemilu No.7 Tahun 2017),” kata Bambang di Gedung MK, Senin (10/6).
Hal ini melanggar pasal 227 UU Pemilu No.7 Tahun 2017, yang mengatakan bahwa seseorang yang menjadi seorang calon presiden atau wakil presiden harus berhenti sebagai karyawan atau pejabat BUMN.
Karenanya, seorang calon, atau bakal calon harus menandatangani informasi atau keterangan dimana tidak boleh lagi menjabat suatu jabatan tertentu ketika dia sudah mencalonkan.
“Kami cek berulang kali dan memastikan kalau ini ada pelanggaran yang sangat serius,” tegas Bambang.