Oleh: Dr. Jerry Massie PhD
Isu reshuffle sedang berhembus, memang barangkali jika Jokowi terpilih lagi maka itu bisa terjadi. Tapi intervensi partai pengusung Jokowi untuk menempatkan orangnya, saya perkirakan tetap ada.
Dalam era SBY 5 kali melakukan perombakan kabinet, sedangkan Jokowi 4 kali. Dalam sejarah ada 26 kali terjadi reshuffle. Di masa Mendiang Presiden Gusdur 3 kali terjadi perombakan kabinet, di era Soeharto jarang terjadi hal demikian.
Memang untuk merombak kabinet harus memakai rumus punisment and reward serta wrong man and right man, rigth place and wrong place.
Kerap si Menteri yang diganti bukan expert-nya atau ahlinya dibidang tersebut. Sebagai contoh pengangkatan Ignasius Jonan duduk di posisi Menteri ESDM tak tepat lantaran beliau bukan ahlinya di bidang ini. Khusus ESDM, pakarnya misalkan politisi Nasdem Kurtubi. Beliau mulai pendidikan di bidang ini. Baru Luhut Panjaitan bagi saya Kemaritiman bukan ahlinya lantaran beliau berlatar belakang perwira TNI. Kan ada Aprilani pakar maritim Indonesia atau Chandra Motik pakar hukum maritim. Jadi menteri jangan hanya menguasai teoritis tapi praktikal juga.
Begitu pula Menteri BUMN Rini Soemarno, saya nilai dia gagal mengangkat Kementerian BUMN. Dibandingkan tahun 2017, Angka tersebut melonjak 47,5 persen realisasinya sebesar Rp1.623 triliun.
Sementara itu, kalau dihitung dengan memasukkan dana pihak ketiga, secara total, utang perusahaan negara tercatat mencapai Rp5.613 triliun atau meningkat 16,2 persen dibandingkan realisasi tahun sebelumnya Rp4.830 triliun.
Belum lagi ditangkapnya anak buahnya Dirut PLN Sofyan Basir. Utang PLN tercatat Rp 543 triliun hingga akhir triwulan III 2018, jumlah ini meningkat 16,5%. Belum lagi BUMN beberapa aset dikuasai asing contoh 12 persen batubara. Padahal dalam UUD 1945 pasal 33, menyatakan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menteri perlu di reshuffle, menteri Agama yang dalam ruanganya ditemukan Rp 200 juta, Mendag dalam ruangannya ditemukan surat gratifikasi Bowo Sidik. Bahkan Menpora yang anak buahnya terlibat kasus suap dari KONI. Nah untuk menciptakan good and clean goverment maka 3 menteri ini perlu diganti. Menteri agama sebaiknya Ketua PBNU Said Aqil Siradj.
Begitu pula dengan Menko Ekonomi Darmin Nasution, Mendag Enggartiasto Lukito bahkan Susi Pudjiastuti. Wisdom is the best policy, kebijaksanaan adalah kebijakan terbaik, sukses memimpin Kementerian Perikanan Kelautan bukan hanya sampai ke membakar dan menenggelamkan 488 kapal asing saja. Tapi peningkatan kwalitas ekspor ikan dilaut dan menciptakan kesejahtraan bagi nelayan. Menteri perdagangan harus menguasai bahasa asing salah satu syaratnya.
Di zaman SBY, ada Gita Wiryawan dan Mari Elka Pangestu memang ahlinya di bidang ini. Atau Sri Mulyani ditarik ke Kemendag. Menteri Perdagangan kegagalannya di impor 2 juta ton pangan yang kurang berpihak pada petani. Padahal stok kita cukup untuk kebutuhan khusus beras 2,4 juta ton kenapa mau impor. Jangan sampai ada kartel atau mafia pangan yang bermain. Padahal impor ini ditentang Kepala Bulog Budi Waseso.
Dollar yang tak mampu bertahan di posisi Rp 13 ribu tapi terus di posisi Rp 14.400, maka ini bukti kegagalan Menkeu Sri Mulyani. Dia dapat penghargaan dari IMF atau World Bank pantaslah Indonesia saja berutang pada World Bank cukup besar. Misalkan, China kita berhutang pada negeri Ginseng ini, sedangkan uang tersebut hutang China dari World Bank dipinjamoan pada kita atau istilahnya saver invesment. Memang Sri Mulyani memang spesialisasi bukan di Makro dan Mikro apalagi di finance or financing, tapi dia menajemen transportasi. Menurut saya mencari Menkeu jangan memiliki paham Neo Liberal ini bahaya. Bagaimana menteri terbaik jago utang?
Sampai Febuari 2019 saja Utang Luar Negeri kita menembus US$ 388,7 miliar atau naik 8,81% secara tahunan (year-on-year/YoY). Jika di-rupiah-kan total utang luar negeri mencapai Rp 5.480 triliun (asumsi kurs US$ 1 = Rp 14.100). Sri Mulyani bagusnya digeser ke Mendag, pasalnya dia cerdas berbahasa asing.
Kalau menteri paling unggul khususnya di bidang ekonomi di era Presiden kedua Alm Soeharto. Dia menempatkan para pakar diantaranya Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Radius Prawiro, JB Sumarlin sampai Marie Muhammad adalah orang yang memahami ekonomi Indonesia.
Selanjutnya menteri yang perlu di reshuffle yakni Menteri Perhuhungan. Sampai kini beliau tak dapat mengendalikan harga pesawat. Kan bagian izin beroperasi Kemenhub punya peran. Kalau perlu Ignasius Jonan dikembalikan ke Kemenhub biar departemen ini lebih maju. Kalau bidang real estate dan properti atau keuangan itu bidangnya Budi. Apalagi tagar #PecatBudiKarya pak Jokowi harus mendengar suara publik. Tidak mungkin kinerjanya baik mau disuruh pecat, kan aneh.
Untuk memperkuat kabinet Jokowi menteri yang diangkat harus diseleksi ketat mulai dari fit and proper test sampai uji kepatutan dan kelayakan.
*Penulis merupakan Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies