OPINI

Dapatkah Pertumbuhan Ekonomi mencapai 6 Persen?

Oleh : Indrajit Wicaksana*

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam acara Musyawarah Perencanaan Pengembangan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2020 (9/5/2019) menyatakan bahwa target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020-2024 diharapkan berada dalam rentang 5,4-6% per tahun. Sementara itu kondisi saat ini, laporan ekonomi Indonesia Triwulan I-2019 menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,07%.

Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Indonesia. Berkaca dari kondisi saat ini, Indonesia harus mampu meningkatkan daya saingnya di tengah gempuran arus globalisasi yang semakin masif jika ingin target pertumbuhan ekonomi 6% tersebut tercapai.

Menteri PPN/Kepala Bappenas menjabarkan adapun strategi yang akan dilakukan berfokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan penguatan ketahanan ekonomi Indonesia.

Ketahanan ekonomi itu sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan dan ketangguhan suatu perekonomian dalam menghadapi kondisi dinamis dari segala macam tantangan, ancaman, dan hambatan.

Menelisik pengalaman masa lalu pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1997, dimana sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) mampu bertahan dan menjadi penyelamat bagi perekonomian Indonesia, maka sudah sepantasnya jika sektor ini mendapat perhatian khusus dari Pemerintah dalam mendukung ketahanan ekonomi. Idealnya, ketahanan ekonomi harus terbangun di seluruh tingkatan masyarakat dari level atas hingga bawah.

Kemandirian ekonomi yang berkelanjutan mutlak diperlukan sampai ke level grass root di masyarakat. Dalam hal ini, sektor UMKM dapat memainkan peran untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat kontribusi sektor UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2018 sebesar 60,34%. Sektor UMKM juga menjadi sektor ekonomi yang menyerap banyak tenaga kerja yaitu mencapai 97,02% dan berkontribusi 58,18% terhadap total investasi nasional (Kemenko Perekonomian, 2019).

Melihat kondisi sektor UMKM saat ini, perkembangan UMKM berbasis ekonomi kreatif mulai marak di Indonesia dan kedepannya memiliki potensi untuk menjadi roda penggerak perkembangan UMKM. Istilah ekonomi kreatif ini biasa digunakan untuk sektor ekonomi yang mengandalkan ketrampilan, ide, dan kreativitas. Ekonomi kreatif itu sendiri mulai dikenalkan oleh John Howkins dalam buku “The Creative Economy: How People Make Money from Ideas” di tahun 2001. Howkins (2001) menjabarkan ekonomi kreatif sebagai kegiatan ekonomi yang sebagian besar waktunya dihabiskan untuk menghasilkan ide dan kreativitas.

Bagi para pelaku ekonomi kreatif, ide dan kreativitas merupakan faktor utama untuk dapat menciptakan daya kreasi dan daya cipta. Di Indonesia, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) membagi ekonomi kreatif menjadi 16 sub sektor yang terdiri atas desain komunikasi visual, desain produk, fashion, film, animasi dan video, fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, televisi dan radio, aplikasi dan pengembangan permainan, arsitektur, dan desain interior.

Pada tahun 2017, Bekraf mencatat kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap ekonomi nasional (PDB) sebesar Rp 989,15 triliun atau 7,38% dengan laju pertumbuhan 5,05%. Sektor ini menduduki peringkat keempat terbesar penyerap tenaga kerja yaitu 17,69 juta tenaga kerja atau 14,61% tenaga kerja di tahun 2017.

Dengan kontribusi yang cukup besar bagi PDB dan penyerapan tenaga kerja, UMKM berbasis ekonomi kreatif tentunya dapat menjadi strategi penggerak perekonomian masyarakat dan membantu Pemerintah dalam mengurangi jumlah pengangguran.

Hal ini sejalan dengan teori ekonomi pembangunan oleh Schumpeter bahwa pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh kamampuan kewirausahaan, dalam hal ini kewirausahaan dapat diwujudkan melalui pengembangan UMKM yang berkelanjutan. Dukungan Pemerintah dalam hal ini mutlak diperlukan untuk membangun ekosistem ekonomi kreatif yang saling bersinergi.

Dukungan ini mutlak diperlukan terlebih dengan masih terdapatnya beberapa kendala seperti permodalan, akses pembiayaan, kualitas sumber daya manusia, jaringan pasar, dan penguasaan teknologi. Penguasaan SDM yang berbasis teknologi menjadi syarat majunya perekonomian nasional, sebagaimana teori Kuznet bahwa pertumbuhan ekonomi akan dapat terlaksana jika di dalamnya terdapat 3 faktor yang saling berkaitan, yaitu peningkatan persediaan barang yang terus menerus, perkembangan teknologi, dan penggunaan teknologi yang efektif dan efisien.

*Penulis adalah mahasiswa pascasarjana agribisnis IPB

Recent Posts

Komisi III DPR Nilai Masukan Tiga Mitra di Jambi Sangat Produktif untuk RUU KUHAP

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Martin Tumbelaka, menjelaskan bahwa Komisi III DPR…

2 jam yang lalu

Menag Minta Santri Teladani Ulama Terdahulu

MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar mengajak para santri untuk meneladani ulama-ulama terdahulu yang…

5 jam yang lalu

Gelar Stadium General PBAK 2025, UID Angkat Peran Mahasiswa sebagai Agen Perubahan

MONITOR, Depok - Universitas Islam Depok (UID) menggelar Stadium General bertema “Indonesia Emas 2045: Peran…

5 jam yang lalu

Wamen UMKM Apresiasi Muhammadiyah Jogja Expo #4 2025 Perkuat Kapasitas Wirausaha

MONITOR, Yogyakarta - Wakil Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Helvi Moraza mengapresiasi penyelenggaraan…

8 jam yang lalu

DPR Dorong Perbaikan Tata Niaga Gula, Kunci Swasembada Pangan

MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, menyerukan perlunya evaluasi…

8 jam yang lalu

DPR Apresiasi PT Sido Muncul, Proses Modernisasi Produksi Tanpa Korbankan Karyawan

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina, memberikan apresiasi tinggi kepada PT…

11 jam yang lalu