MONITOR, Jakarta – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) belakangan mengingatkan agar masyarakat saling memperbaiki hubungan antar kelompok pasca pelaksanaan Pemilu di bulan suci ramadhan 1440 hijriah ini.
Bahkan dalam momentum ini, ia menantang para aktor politik yang sebelumnya sering menyulut kegaduhan ditantang untuk menahan diri selama bulan suci Ramadhan.
“Sebagian masyarakat merasa tidak nyaman (dengan kegaduhan yang timbul), yang membuat ruang publik masih terasa sangat bising. Padahal, dua pekan sudah sejak pemungutan suara Pemilu serentak 2019, tetapi kebisingan itu masih disemburkan oleh dua kubu terhadap hasil perhitungan,” kata Bamsoet, di Jakarta, Jumat (10/5).
“Termasuk soal isu tentang kecurangan terus dihembuskan kedua kubu,” tambahnya.
Saling sulut yang mengasilan kegaduhan itu, diakui Bamsoet, tidak sedikit publik yang terpancing perhatiannya, bahkan sampai terbawa emosi.
“Perilaku emosional yang dipertontonkan kendati hanya dengan pernyataan yang cenderung provokatif dan tak pelak membuat beberapa kalangan cemas atau khawatir,” ucapnya.
Di kalangan akar rumput pun misalnya, ujar Bamsoet, sempat tergoda untuk, misalnya, menyoal isu people power yang diwacanakan oleh kalangan tertentu. Apakah benar akan terjadi people poweri? Seperti itulah kurang lebih pertanyaan yang mengemuka.
“Perbincangan tentang hal-hal seperti ini bermunculan karena perang pernyataan atau saling tuduh tentang kecurangan Pemilu tak pernah reda.” ujarnya.
“Para tokoh masyarakat sudah menggemakan imbauan agar saling tuduh itu tidak diteruskan. Kalau pun ada persoalan atau bukti kecurangan, masalahnya cukup dibawa ke lembaga atau institusi yang punya kompetensi menangani sengketa dimaksud. Namun, imbauan itu seperti dianggap angin lalu saja,” sesal politikus Golkar tersebut.
Oleh karena itu, Bamsoet meminta agar kecenderungan seperti ini tidak boleh dibiarkan terjadi. Berperilaku beringas untuk sekadar memperjuangkan kepentingan politik jangka pendek tidak boleh ditolerir, at all cost.
Sebab, sekali saja kecenderungan seperti itu mendapatkan toleransi, dia akan diterima sebagai sebuah kebiasaan.
“Tidak seharusnya kebiasaan yang nyata-nyata destruktif itu diterima untuk dan atas nama alasan apa pun. Padahal, keluhuran adab publik yang turun temurun telah melekat pada semua komunitas bangsa dan negara ini harus tetap hidup karena dirawat dan dipelihara oleh warga bangsa,” pungkasnya.
MONITOR, Jakarta - Di peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2024, Wakil Ketua DPR RI Cucun…
MONITOR, Jakarta - Komisi XIII DPR RI mempertanyakan dasar hukum kebijakan Pemerintah yang akan memulangkan…
MONITOR, Jakarta - Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto bersama Menteri Pertahanan Republik Indonesia Letjen…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Hukum (Kemenkum) RI mengawal pelaksanaan seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)…
MONITOR, Kalbar - Anggota Bawaslu Lolly Suhenty mengingatkan pengawas ad hoc untuk cermat menanggapi surat KPU. Dia…
MONITOR, Jakarta - Presiden Prabowo Subiyanto memberi perhatian penuh pembangunan pendidikan di pondok pesantren dan…