MONITOR, Banyuwangi – Banyuwangi merupakan sentra buah naga terbesar di Indonesia. Produksi buah naga pada 2018 mencapai lebih dari 83 ribu ton. Potensi besar ini tentunya sangat menjanjikan untuk terus dikembangkan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Banyuwangi.
Salah satu cara peningkatan daya saing adalah melalui penerapan Good Agriculturural Practices (GAP) sehingga produk yang dihasilkan mempunyai jaminan keamanan pangan. Prinsip GAP merupakan prinsip budidaya yang fokus pada jaminanan keamanan pangan, ramah lingkungan, kesehatan pekerja, dan peningkatan mutu.
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mempermudah penerapan GAP adalah pengenalan budidaya organik. Dengan budidaya ini petani mengurangi penggunaan pestisida kimia dan menerapkan prinsip pengendalian hama terpadu.
“Pembinaan cara budidaya yang baik kepada petani buah naga di Banyuwangi perlu dilakukan. Salah satu caranya adalah pengenalan budidaya organik,” ujar Plt. Direktur Buah dan Florikultura, Sri Wijayanti Yusuf.
Dengan demikian, lanjutnya, petani secara perlahan mulai mengurangi penggunaan pestisida kimia dengan mulai menerapkan prinsip pengendalian hama terpadu melalui penggunaan pestisida nabati.
Salah satu upaya untuk mengatasinya, Direktorat Jenderal Hortikultura menggadeng Pemerintah Taiwan, melalui Taiwan Technical Mission (TTM) menyelenggarakan Pelatihan Budidaya Buah Naga Organik di Kabupaten Banyuwangi beberapa waktu lalu.
Peserta pelatihan ini terdiri dari petani, petugas penyuluh lapang danpetugas pengamat OPT pada kecamatan sentra buah naga sebanyak 100
orang. Bertindak sebagai pengajar adalah Su Jiunn Feng, pakar buah naga dari Taiwan. Pelatihan selama dua hari dilaksanakan melalui pemaparan materi dan diskusi di kelas, serta dilanjutkan dengan praktek lapang pada hari berikutnya.
Materi yang disampaikan pada pemaparan di kelas meliputi pengolahan lahan, pemilihan benih, pengairan, pemangkasan sulur, penjarangan buah, pemupukan serta pengelolaan kebun. Untuk praktek lapang di antaranya praktek pemilihan sulur untuk
pemangkasan, pengenalan jenis tanah untuk pengolahan lahan, serta pembuatan bubur bordeaux dan beberapa pestisida nabati.
“Saya akan menerapkan apa yang sudah diajarkan pada pelatihan ini, serta menyebarluaskan kepada petani yang lain khususnya yang ada di Kecamatan Pesanggaran”, ujar Sumartini, peserta dari Kecamatan Pesanggaran.
Sementar peserta lain, Rukiyan, petani asal Kecamatan Sempu sangat antusias dengan pelatihan ini. “Saya sangat berharap petani buah naga di Banyuwangi semakin banyak yang merapkan budidaya organik.”
Melalui pelatihan ini, Plt. Direktur Buah dan Florikultura yang akrab disapa Yanti ini berharap petani buah naga di Banyuwangi dapat menerapkan pengetahuan yang didapat tersebut untuk menghasilkan produk buah naga yang bermutu dan aman konsumsi.