MONITOR, Jakarta – Nilai ekspor di sektor pertanian terus mengalami peningkatan secara signifikan. Peningkatan ini utamanya terjadi pada komoditas strategis perkebunan dan peternakan. Bahkan jika diakumulasikan, total ekspor selama empat tahun ini mencapai Rp 1.764 triliun.
“Selain itu, nilai ekspor tahun 2018 juga meningkat sebesar 29,7 persen bila dibandingkan dengan tahun 2016 mencapai Rp 384,9 triliun,” ujar Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan), Kuntoro Boga Andri, Selasa (9/4).
Kuntoro mengatakan, upaya peningkatan produksi ini saling terkait dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.
Lebih dari itu kebijakan Mentan juga sangat berdampak pada meningkatnya kinerja perdagangan. “Peningkatan nilai ekspor ini didukung dengan sejumlah terobosan Kementan dalam kebijakan maupun program,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan hasil pertanian Indonesia pada 2018 mengalami surplus dengan total 10 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 139,6 triliun kurs pada saat ini.
Selain itu, nilai ekspor pada tahun yang sama juga mengalami peningkatan sebesar 29 miliar dolar AS atau hampir dua kali lipat dari nilai impor yang hanya mencapai 19 miliar dolar AS.
Adapun dari sisi volume ekspor pada tahun 2018 jumlahnya juga meningkat menjadi 42,5 juta ton atau 1,2 juta ton lebih tinggi jika dibandingkan dengan volume ekspor pada tahun 2017 yang hanya mencapai 41,3 juta ton.
“Dengan angka tersebut, artinya peningkatan kita sebanyak 1,2 juta ton,” katanya.
Ekspor ke Jepang
Potensi pasar Indonesia juga sudah mulai diperhitungkan untuk melakukan ekspor produk pertanian dan peternakan adalah ke Negara Jepang. Potensi ini merupakan peluang dari diversifikasi produk yang telah ada di pasar tujuan ekspor.
Produk yang berpotensi besar antara lain minyak nabati dan lemak. Lalu disusul lateks dan karet alam. Kemudian ada kopi, kakao, rempah-rempah, bahan asal tanaman lain, produk nabati dan hewani, teh dan minuman penyegar, kacang-kacangan, bahan pangan asal hewan, buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian.
“Ekspor yang paling optimal menyerap pangsa pasar di Jepang adalah lateks dan karet alam, yaitu mencapai 98 persen dari total potensi pasar ekspor di Jepang,” ujar Atase Pertanian KBRI Tokyo, Sri Nuryanti.
Sementara Nilai Ekspor yang paling besar, kata Nuryanti ditempati produk minyak nabati, lemak serta karet. Ekspor minyak nabati terdiri atas minyak kelapa sawit, minyak kelapa, dan minyak nabati lain termasuk margarin.
“Gambaran ekspor ini menunjukkan dominasi subsektor perkebunan. Terdapat juga ekspor komoditas hortikultura dan tanaman pangan, meskipun sejauh ini realisasinya belum optimal,” katanya.
Impor Jepang untuk sayuran juga datang dari Indonesia. Misalnya, untuk kelapa parut, pisang, tepung sagu, cabe, pisang, bunga potong, terung, tomat, jamur, kubis, selada, dan tanaman hias. Selain itu, buah jambu biji, mangga, manggis, pisang, nanas, dan pepaya juga memiliki potensi yang sama.
“Saat ini, realisasi ekspor pisang dan nanas mencapai 99 persen dari potensi ekspor yang ada. Buah yang lain potensinya belum tergarap karena kendala teknis persyaratan keamanan dan kesehatan pangan segar yang diberlakukan Jepang,” katanya.
Sebelumnya dalam beberapa kesempatan, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, menyatakan semua produk pertanian Indonesia memiliki peluang besar untuk di ekspor ke negara-negara di Asia, Eropa bahkan benua Amerika. Sebagian diantaranya bahkan sudah berjalan. Kata Amran, kondisi ini tak lepas dari arahan Presiden Joko Widodo.