MONITOR, Jakarta – Pemerintah Republik Indonesia (RI) akan mengkaji ulang hubungan bilateral dengan negara yang mendukung tindakan-tindakan diskriminatif yang diusulkan oleh Komisi Eropa terhadap ekspor kelapa sawit asal Indonesia.
Sikap tegas ini disampaikan Menko Perekonomian Darmin Nasution saat menghadiri briefing mengenai Diskriminasi Uni Eropa (UE) terhadap Kelapa Sawit, di kantor Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, di Jakarta, Rabu (20/3) kemarin.
“Kami khawatir apabila diskriminasi terhadap kelapa sawit terus berlanjut, akan mempengaruhi hubungan baik Indonesia dan Uni Eropa yang telah terjalin sejak lama. Terlebih saat ini, kita sedang melakukan pembahasan intensif pada perundingan Indonesia-Uni Eropa CEPA (Comprehensif Economic Partnership Agreement, red),” tegas Darmin.
Menurut Darmin Nasution, kelapa sawit merupakan komoditas yang sangat penting, yang tercermin dari nilai kontribusi ekspor Crude Palm Oil (CPO) senilai 17,89 miliar dollar AS pada tahun 2018. Industri ini berkontribusi hingga 3,5% terhadap Produk Domestik Bruto, dan menyerap 19,5 juta tenaga kerja, termasuk 4 juta petani kelapa sawit di dalamnya.
Selain itu, kelapa sawit juga menjadi bagian penting dalam strategi pemenuhan kebutuhan energi nasional menggantikan bahan bakar fosil. Target produksinya mencapai 9,1 juta kl, yang dijalankan melalui program mandatori biodiesel (B-20) sejak tahun 2015.
“Dengan peranan kelapa sawit tersebut, jelaslah bahwa kelapa sawit mempunyai peranan yang penting dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia, yang juga merupakan prioritas pertama dalam pencapaian SDGs 2030,” tegas Darmin.