MONITOR, Jakarta – Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) mengambil sejumlah langkah berbasis kemitraan peternak – integrator untuk menstabilkan harga daging ayam.
“Pertama, memastikan kondisi kapasitas tampung cold storage di masing-masing pelaku usaha. Ditjen PKH menghimbau para integrator untuk memaksimalkan kapasitas pemotongan di RPHU (Rumah Potong Hewan Unggas) dan kapasitas Cold Storage. Hasil usaha sebaiknya tidak lagi dijual sebagai ayam segar atau fresh commodity, melainkan ayam beku, ayam olahan, ataupun inovasi produk lainnya,” ungkap Direktur Jenderal PKH I Ketut Diarmita dalam keterangan pers, Jumat (15/3).
Selain itu, I Ketut meminta kepada pihak integrator untuk tidak menjual ayam hidup ke pasar tradisonal. “JIka hal ini dilaksanakan dengan baik, maka harga di peternak (Farm Gate) dapat segera kembali normal,” ujarnya.
Langkah lain yang dilakukan, Ditjen PKH menginstruksikan penundaan setting telur ayam tetas atau Hetching Egg (HE) selama 1-2 minggu untuk semua perusahaan Parent Stock. Selain itu, pihaknya menghimbau kepada para pelaku usaha pembibit untuk meningkatkan kualitas DOC (Day Old Chicken) atau anak ayam umur sehari dengan menerapkan sertifikat SNI (Standar Nasional Indonesia).
“DOC itu seharusnya berkualitas A. Kalau kualitas di bawah itu, seperti B dan C, maka akan membutuhkan pakan lebih banyak dan produktivitasnya pun rendah. Agar biaya produksi rendah, maka DOC harus memiliki grade A,” terang I Ketut.
Lebih lanjut, I Ketut mengharapkan para pelaku usaha, terutama integrator untuk dapat memanfaatkan secara optimal peran duta ayam dan telur dalam rangka promosi konsumsi produk unggas serta menggalakkan kampanye konsumsi protein hewani agar dapat mendongkrak naiknya konsumsi per kapita per tahun.
“Dengan meningkatnya konsumsi protein hewani maka akan berdampak terhadap peningkatan permintaan produk hewan, termasuk daging unggas, sehingga dapat meningkatkan serapan pasokan unggas di dalam negeri. “Saya berharap semua pihak perunggasan terutama industri perunggasan terus meningkatkan kampanye tentang pentingnya konsumsi protein hewani”, imbau I Ketut Diarmita.
Pemerintah Daerah turut dihimbau untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap budidaya ayam ras, serta pendataan para peternak dan populasi ayam ras di wilayahnya, baik peternak mandiri maupun milik integrator. Selain itu, Dinas Provinsi dan Kabupaten/Kota dan seluruh Pejabat Fungsional Pengawas Bibit ternak serta fungsional teknis lain yang tersebar di seluruh provinsi maupun kabupaten/kota untuk melakukan pengawasan di kandang-kandang yang ada di wilayahnya. Pengawasan tersebut dilakukan sesuai dengan Permentan No. 32 Tahun 2017 tentang penyediaan, peredaran, dan pengawasan ayam ras.
Himbauan juga disampaikan kepada para pelaku usaha (stake holders) agar tahun-tahun berikutnya dapat mengukur jumlah chick-in ayam khususnya pada bulan Januari agar tidak terjadi kejadian yg sama seperti tahun ini dan demi menjaga keseimbangan produksi dan permintaan.
Per tanggal, 1 Maret 2019, Ditjen PKH mewajibkan para integrator menyampaikan laporan produksi DOC setiap bulan melalui pelaporan online, termasuk tujuan pendistribusiannya. Untuk itu, I Ketut berharap agar para asosiasi peternak unggas untuk segera menyampaikan data peternak mandiri yang menjadi anggotanya, agar jelas yang mana peternak mandiri dan UMKM.
“Dengan upaya ini nantinya kita akan mengetahui produksi DOC untuk budidaya internal integrator (on farm dan integrasi/plasma) dan yang didistribusikan ke peternak mandiri”, ungkapnya.
Sebagai bagian upaya menjaga keseimbangan produksi dan permintaan, Ditjen PKH akan mengoptimalkan tim analisa dan tim asistensi serta tim pengawasan dalam mendukung pelaksanaan Permentan 32 tahun 2017. Terkait hal ini Ditjen PKH pun secara periodik menganalisis supply-demand ayam ras dan secara rutin menyelenggarakan pertemuan antara peternak dengan pemerintah dan juga dengan para stakeholders ayam ras terkait.
Langkah berikutnya, Ditjen PKH menghimbau agar para perusahaan integrator untuk terus meningkatkan ekspornya. I Ketut Diarmita menyebutkan, kondisi produksi daging ayam nasional pada saat ini sudah swasembada, harus terus dipertahankan dan digenjot terus untuk meningkatkan ekspornya ke beberapa negara baik dalam bentuk DOC maupun produk olahan.
Lebih lanjut, I Ketut Diarmita meminta kepada para pedagang (bakul) untuk ikut menjaga kestabilan harga. “Saya juga meminta kepada Satgas Pangan untuk mengawasi perilaku para broker dan bakul agar harga secepatnya stabil. Saya berharap mulai Senin tidak ada lagi harga ayam hidup di bawah harga acuan Kemendag“, ucap I Ketut Diarmita.
Dr. Trioso Purnawarman selaku Ketua Tim Analisa Penyediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur Konsumsi menyampaikan, analisis supply-demand selalu dilaksanakan secara periodik, dan tidak ada over supply terhadap DOC Final Stock.
“kami sudah mengantisipasi over supply yang terjadi tahun 2018 sehingga sudah dilakukan pengurangan GPS (Grand Parent Stock) pada tahun ini. Jadi saya bisa pastikan yang diproduksi hingga bulan Maret ini tidak ada over supply,” jelas Trioso.
Trioso menenggarai menurunnya harga ayam karena terjadi penurunan demand. Salah satu faktornya adalah kampanye pemilu. “Kampanye pemilu ternyata tidak secara linier berdampak terhadap peningkatan demand,” sebutnya.