MONITOR, Bogor – Program Kementerian Pertanian (Kementan) yakni mencetak 1 juta petani milleneal mendapat sambutan positif dari mahasiswa dan alumni muda IPB yang tergabung dalam Kopi Warung Pemula. Hal ini terungkap dalam diskusi yang digelar Kopi Warung Pemula dengan mengangkat tema “Buka kacamata kuda: Bertani jangan sendiri, Bertani butuh sinergi” di Bogor, Jumat Malam (11/1).
Hadir Kepala Sub Bagian Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Hortikultura, Rico Simanjuntak, Kepala Sub Bagian Komunikasi dan Pemberitaan Media Cetak Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan), Abiyadun, petani muda alumni IPB, Reza Ali Akbar serta mahasiswa dan alumni muda IPB, Peneliti Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB, Amril Rangkuti.
Dalam diskusi tersebut, Rico Simanjuntak memaparkan tentang capaian pemerintah, khususnya Kementan dalam menciptakan petani milleneal. Bahkan, Kementan menargetkan untuk mencetak 1 juta petani milleneal.
“Kementan akan ciptakan 1 juta petani milleneal di tahun 2019 ini, dan saat ini sudah mencapai 400 ribu petani melleneal. Selain itu Kementan juga memberikan bantuan berbagai alat dan mesin pertanian (Alsintan) hingga 423.195 ribu lebih alsintan yang diberikan (selama 4 tahun-red), naik 1.526 persen,” ungkap Rico.
Rico mengajak generasi muda agar selalu terlibat aktif dalam memajukan sektor pertanian di Indonesia. Pasalnya, kebijaka Pemerintah melalui Kementan mengarah pada pertanian modern atau pertanian 4.0.
“Generasi milleneal ini kan sangat aktif dan mengerti teknologi, inovasi dan adopsi teknologi akan cepat terlaksana jika diambil alih oleh mereka, di tangan petani muda milleneal menggerakkan roda perekonomian bangsa” tutur pria yang akrab disapa Rico ini.
Target yang dituju oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, dalam hal ini Rico menjelaskan bahwa bukan hanya swasembada pangan, namun Indonesia juga bisa menjadi lumbung pangan dunia. Ia optimis untuk bisa mewujudkan cita-cita luhur dan belum pernah ada yang menerapkan ini.
“Kemajuan teknologi bergerak sangat pesat, adopsi teknologi dapat dilakukan oleh mereka yang melek teknologi” lanjutnya.
“Dengan sumberdaya alam yang melimpah, dan sumberdaya manusia utamanya generasi muda, kita dapat menjadi energi besar untuk mewujudkan hal ini” ungkapnya.
“Saat ini, era kolaborasi atau sinergi. Seperti tema diskusi ini, bertani jangan sendiri. Pemerintah sangat mendukung generasi muda untuk terlibat memajukan pertanian nasional” tuturnya dalam memulai pembicaraannya.
Diskusi yang dikemas dalam suasana santai ala Warung Kopi itu dihadiri juga Universitas Nusa Bangsa, Bogor dan juga UNS (Universitas Negeri Sebelas Maret – Surakarta) sebagai peserta diskusi.
Petani muda yang sedang menggeliatkan berbagai bidang usahanya sekaligus alumni Fakultas Pertanian IPB, Reza Ali Akbar bertindak sebagai moderator malam tadi.
Reza sempat memantik diskusi agar lebih hangat dengan menyinggung mengenai bagaimana bertani di era Revolusi Industri 4.0 seperti yang sedang berlangsung sekarang ini.
“Data hasil sensus pertanian 2013, ada sekitar 10 juta petani yang beralih profesi. Sedangkan regenerasi petani terasa jalan di tempat. Apakah ada sebuah peluang bagi generasi pemuda petani kendalanya.” Pantik Reza.
Pertanyaan ini pun disambut oleh para pemateri dengan membeberkan fakta di lapangan yang merupakan hasil kebijakan dan program dari Kementan RI.
“Pertama, melalui program perluasan areal tanam baru yakni jagung di lahan tidur banyak pemuda tani yang turut bergerak. Kalau dulu petani jagung hanya berusia tua.” Ungkap Abi dalam paparannya.
Ia melanjutkan bahwa yang ke-dua ialah program peningkatan produksi dan eksport hortikultura. Program ini berhasil menarik minat generasi muda untuk menjadi petani sekaligus pelaku usaha, karena tidak hanya difasilitasi dari bantuan produksi, pendapingan, tetapi juga dipermudahnya dalam pengurusan izin eksport, serta mendapatkan suntikan dana dari berbagi investor dalam maupun luar negeri.
“Jadi dulu kalau mengurus izin eksport itu sangat sulit, bahkan butuh waktu 2 hingga 3 bulan, itu pun tidak ada kejelasan yang pasti. Tetapi, hari ini melalui kebijakan Menteri Amran, hanya butuh waktu 3 jam saja, melalui online single submission (pendaftaran terpadu satu pintu berbasis daring –red),” jelasnya.
Ketiga, Kementan membangun sistem tata niaga pertanian yang baru berbasis online dan dikelola oleh pemuda milleneal seperti salah satunya ialah pasar lelang cabai yang telah berkembang di berbagai daerah, misalnya Yogyakarta, bahkan sudah bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
“Keempat, mendorong pengelolaan lahan berbasis korporasi. Mulai dari hulu hingga ke hilir, petani diberikan akses sehingga bertani saat ini tidak lagi hanya untuk memenuhi kebutuhan keseharian saja, tetapi menjadikan petani sebagai pelaku usaha,” pungkasnya.