MONITOR, Jakarta – Terputusnya jalur menuju Kecamatan Sumur, Pandeglang, Banten, membuat tim SAR gabungan kesulitan menjangkau wilayah tersebut. Kecamatan Sumur sendiri kabarnya adalah salah satu wilayah yang paling parah akibat dampak tsunami Selat Sunda.
“Banyak jalan dan jembatan rusak karena terjangan tsunami dan material yang terbawa,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB Sutopo Purwo Nugroho, saat konferensi pers di kantor BNPB, Jakarta, Selasa, 25 Desember 2018.
Menurutnya, Kecamatan Sumur menjadi wilayah paling ujung Pandeglang yang sulit dijangkau lewat jalur darat. Sebab menurut dia, kondisi jalan menuju lokasi memang sudah rusak sebelum diterpa tsunami. “Beberapa tempat di desa sini kondisi normal pun jalan banyak yang rusak, sehingga menyulitkan personil,” kata dia.
Dijelaskan Sutopo, ada tujuh desa di Kecamatan Sumur, antara lain desa Taman Jaya, Ujung Jaya, Sebesi, Kerta Jaya, dan Tungga Jaya yang terdampak tsunami. Namun, hanya satu desa, yakni Taman Jaya yang baru bisa dijangkau lewat jalur darat. “Sementara 6 desa yang belum tersentuh masih memerlukan bantuan,” kata dia.
Sutopo menuturkan evakuasi korban di wilayah sekitar Kecamatan Sumur juga dilakukan lewat jalur laut. Sebab, kata dia, banyak korban yang hanyut terbawa ombak selepas tsunami menerjang. “Kami baru terima informasi KRI Teluk Cirebon 543 temukan jenazah di perairan beberapa pulau,” ujarnya.
Namun yang baru bisa terjangkau oleh tim gabungan adalah Desa Tamanjaya, di dusun Paniis dan Tanjung Male. Sementara 6 desa lainnya belum terjangkau tim gabungan dan masih terisolasi serta membutuhkan bantuan.
“Tim evakuasi masih melakukan pencarian, mendirikan rumah sakit lapangan di sana, menangani pengungsi. Sementara 6 desa yang belum tersentuh Desa Cigorondong, Kertajaya, Sumberjaya, Tunggajaya, Ujungjaya, Kerta Mukti masih memerlukan bantuan,” katanya.
Meski begitu tim TNI AL juga melakukan penyisiran korban melalui laut. Menurut Sutopo hingga pukul 13.00 WIB tadi ada 3 jenazah yang ditemukan di laut.
“Jadi operasi dalam hal ini pencarian korban baik dilakukan lewat udara, menggunakan kapal KRI dan juga jalur darat. Jalur darat masih terhambat dibutuhkan alat berat. Pada saat tsunami daerah yang ada di sepanjang pantai ini lari ke bukit oleh karena itu memerlukan bantuan bantuan permakanan dan sebagainya,” ujarnya.
Ia memperkirakan jumlah korban terus bertambah. Sementara itu untuk wilayah Lampung Selatan yakni Pulau Sebuku dan Pulau Sebesi ada masyarakat yang sudah mengungsi ke Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan.
“Untuk di wilayah Lampung Selatan, yaitu di Pulau Sebuku dan Pulau Sebesi. Tadi baru pagi ada lebih dari 35 masyarakat mengungsi ke desa Kecamatan Rajabasa,” ujarnya.
Tragedi tsunami yang terjadi pada Sabtu, 22 Desember 2018, menyisakan beragam kisah bagi warga terdampak di pesisir Pandeglang, Banten. Tak terkecuali bagi Munawarah, 38 tahun, warga Sumur. Ia sempat berbagi makanan dengan tetangganya, pasca-tsunami Selat Sunda.
“Bahan makanan yang ada kami masak bersama, lalu dibagi-bagikan,” kata Munawarah saat ditemui di Sumur, Pandeglang, Senin, 24 Desember 2018. Kala itu, bantuan logistik belum datang. Sejumlah relawan yang hendak masuk ke wilayah ini terkendala akses jalan.
Hingga Senin pagi, jembatan yang menghubungkan jalan Tanjung Lesung menuju Sumur ambrol. Tiang-tiang listrik pun roboh dan melintang di badan jalan. Pelintas harus membuka jalan alternatif untuk merangsak masuk ke perkampungan itu.
Pasukan dari Komando Pasukan Katak berhasil menembus daerah tersebut setelah menempuh waktu sekitar 3 jam. Mereka berfokus mengevakuasi korban yang masih tertimbun puing-puing reruntuhan. Bencana air bah membuat perkampungan Sumur lulu-lantak. Sebagian besar bangunan rata dengan tanah.
Bencana ini berdampak pada pesisir barat Banten serta Lampung Selatan. Dalam rilis BNPB per tanggal 25 Desember pukul 13.00, jumlah korban meninggal bertambah menjadi 429 jiwa. Selain itu, 1.485 orang luka-luka, 154 masih hilang, dan 16.082 jiwa mengungsi.