Jumat, 26 April, 2024

Kritisi Kondisi Pangan, Pengamat Kritik Balik Pensiunan Kementan

MONITOR, Jakarta – Pengamat Kebijakan Publik, Razikin Juraid menegaskan dalam tiga tahun terakhir, kondisi pangan khususnya beras di Indonesia terus mengarah pada perbaikan sehingga patut diajungin jempol. Surat resmi BPS menyatakan bahwa komoditas pangan berhasil meredam inflasi di tahun 2017 sebesar 1,26 persen, turun drastis dari inflasi 2014 sebesar 10 persen.

“Bahkan harga-harga saat perayaan besar seperti idul fitri, natal, dan malam tahun baru harga masih terkendali. Ini menunjukkan produksi pangan, lebih-lebih beras cukup,” demikian tegas Razikin guna menanggapi pernyataan pengamat pertanian dari Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Husein Sawit, Jakarta, Rabu (19/12).

“Dia itu pensiunan Kementan, meraih professor tahun 2010 dan pensiun 2012. Namun ini kan sebatas ahli berteori. Teorinya dipertanyakan apa sudah ada yang diterapkan? Kalaupun diterapkan apa ada hasilnya?,” sambungnya.

Perlu diketahui, pengamat pertanian Husein Sawit kurun waktu 1984-1995 pernah menjabat setingkat Eselon-III di Badan Litbang Kementan. Namun setelah itu sibuk di Bulog 1995 hingga 2003.

- Advertisement -

“Jangan sampai double gaji alias gaji buta tuh, bisa akan diminta mengembalikan gaji ke negara jika tidak bekerja di kantornya,” ujar Razikin.

Karena itu, alumni Magister Sarjana Universitas Indonesia ini menilai pengamat pertanian pensiunan Kementan ini tidak patut dijadikan teladan di Kementan. Apalagi semasa PNS hanya menempati jabatan struktural setingkat Eselon-III di antara 360 pejabat selevelnya, sehingga layak disimpulkan tidak berprestasi karena jabatan tidak setara dengan gelarnya.

“Berbagai komentarnya setelah dia pensiun, apa karena waktu lalu tidak tercapai ambisi jabatannya atau komentarnya jangan-jangan sebagai pesanan dari para cukong, karena waktu dulu juga bisa berinteraksi dengan sebagian dari mereka mereka,” terangnya.

Adapun terkait beras, Husein Sawit mengatakan persoalan yang terjadi pada tahun ini cenderung lebih pelik dari tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah dinilainya gagal memberikan dampak positif terhadap perberasan nasional melalui kebijakan impor.

“Ini pengamatan yang keliru, sebab stok beras di dalam negeri kan cukup, bahkan berlebih,” bebernya.

Lebih lanjut Tim Formatur Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah ini menegaskan fakta beras di dalam negeri melimpah yakni terlihat dari stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang sebagai barometer nasional akhir-akhir ini 50.000 ton. Sementara data sebelumnya, dengan stok hanya 20.000 ton saja sudah cukup memenuhi kebutuhan pasokan.

“Ini kan bukti otentik yang sangat kuat akan kinerja perberasan nasional positif. Persoalan beras jangan dibawa-bawa ke arah politik ya. Jangan bilang pelik kalau kitanya tidak beres atau tidak objektif mengamati sesuatu,” tegasnya.

Bukti lainnya, sambung Razikin, berdasarkan data Bulog, stok beras saat ini cukup bahkan berlebih. Adapun kenaikan harga beras saat ini karena adanya anomali pasar, di mana ada oknum yang menjual beras jenis premium padahal sebenarnya jenis medium, sehingga ini menjadi penyebab kenaikan harga.

“Urusan ini kita serahkan ke Satgas Pangan. Terkait keputusan impor beras, tentu sudah jelas itu bukan kebijakan Kementan, tapi diputuskan dalam Rakor Kemenko Perekonomian kemudian dilakukan Kemendag. Yang jelas produksi beras kita melimpah, artinya kinerja Kementan berhasil,” ujarnya.

Berangkat dari ini semua, Razikin sangat menyayangkan Pengamat Ekonomi Pertanian, Husein Sawit dalam menilai kinerja perberasan gagal mengendalikan impor dan harga. Padahal, sebagai pengamat pensiunan Kementan, seharusnya bisa jujur mengakui kinerja perberasan.

“Ini bukti kinerja produksi meningkat dapat konfirmasi dari pertumbuhan PDB pertanian pada 2017 sebesar Rp. 1.344 triliun naik Rp. 350 triliun dari tahun 2013 sebesar Rp. 995 triliun sumber data surat resmi BPS,” sebutnya.

Selanjutnya, dari data BPS, ekspor pertanian melonjak pada 2017 sebesar Rp. 441 triliun, naik 24,5 persen dibandingkan 2016 sebesar Rp. 385 triliun. Alhasil neraca perdagangan pertanian 2017 surplus Rp 214 triliun, lebih tinggi dari 2016 sebesar Rp. 142 triliun.

Surat resmi BPS mengkonfirmassi daya beli petani menguat, ditunjukkan Nilai Tukar Usaha pertanian (NTUP) tahun 2017 sebesar 111,77, naik 5,39% dibandingkan 2014 sebesar 106,05. Nilai Tukar Petani (NTP) 2017 sebesar 102,25, naik 0,97% dibanding 2014 sebesar 102,03.

“Data BPS menunjukkan sektor pertanian mampu berkontribusi mengentaskan kemiskinan perdesaan, dimana jumlah penduduk miskin di desa pada Maret 2018 sebesar 15,81 juta jiwa, turun 10,88% dibanding pada Maret 2013 sebesar 17,74 juta jiwa,” beber Razikin.

Kemudian, sebut Razikin, dampak dari deregulasi mencabut 291 permentan turut meningkatkan investasi pertanian 2018 sebesar Rp 61 triliun, sehingga naik 110% dibandingkan 2013 sebesar Rp 29,3 triliun. Selanjutnya program reformasi birokrasi dan revolusi mental pertanian membuahkan hasil.

“Kementan memperoleh WTP 2016 dan 2017 dari BPK RI, Penghargaan TOP IT 2017-2018, penghargaan anti gratifikasi 2017-2018 dari KPK, penghargaan pengadaan barang/jasa 2018 dan berbagai prestasi lainnya,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER