BERITA

Elektabilitas Jokowi Tergerus Harga Komoditas

MONITOR, Jambi – Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi), mengatakan turunnya harga komoditas menjadi salah satu pemicu anjloknya elektabilitas dirinya bersama Ma’ruf Amin menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

“Kenapa (elektabilitas) kita di Sumatera turun? Termasuk di Jambi turun, walau sedikit? Problemnya karena harga komoditas turun CPO (crude palm oil) turun, karet turun,” kata Jokowi Jokowi di Hotel Abadi, Jambi, Minggu, 16 Desember 2018. “Turun kok ditepuktangani. Bagaimana?”

Hal tersebut disampaikan Jokowi saat memberi pembekalan kepada calon anggota legislatif dan rapat Tim Kampanye Daerah (TKD) di Jambi. Ia menyebutkan tren penurunan harga komoditas global yang pada akhirnya membuat kepuasan publik dan elektabilitasnya menurun.

Padahal, menurut Jokowi, fluktuasi harga komoditas terkait erat dengan tren di pasar global. “Harga kelapa turun, harga global turun. Pemerintah tidak mungkin menguasai pasar global karena itu mekanisme pasar,” ucapnya.

Jokowi lantas memberi contoh, komoditas sawit asal Indonesia dilarang di Uni Eropa. “Di-banned, di-block. Karena di sana ada bisnis yang mirip-mirip kelapa sawit yaitu minyak bunga matahari di Prancis. Untuk melindungi itu (minyak mirip kelapa sawit seperti minyak bunga matahari), minyak kita dipersulit,” katanya.

Selain lobi dengan negara mitra dagang, pemerintah juga terus mengeluarkan regulasi untuk mendorong industri sawit di dalam negeri. Yang teranyar adalah Kementerian Keuangan resmi menerbitkan aturan mengenai tarif pungutan ekspor kelapa sawit, crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah serta produk turunan.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan kebijakan tersebut diterbitkan setelah Kementerian Keuangan mengikuti rapat di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian soal pungutan ekspor sawit. Keputusan tersebut juga diambil dengan mendasarkan pada harga CPO di tingkat internasional yang kini tengah mengalami depresiasi hingga berada di bawah angka US$ 500 per ton.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, meski saat ini pungutan ekspor berada pada angka US$0, namun ke depan pungutan tersebut bisa berubah mengikuti perkembangan harga internasional. “Artinya, kalau ada perubahan kenaikan harga lagi maka tarif akan dilakukan adjustment (penyesuaian) sesuai dengan tertera dalam PMK,” kata dia, Rabu, 5 November 2018 lalu.

Lebih jauh Jokowi menjelaskan, sebetulnya pemerintah tak tinggal diam menghadapi perkembangan di pasar global ini. Pihaknya juga telah beberapa kali melakukan negosiasi perdagangan dengan sejumlah negara mitra datang. “Ini sebenarnya urusan bisnis, terus kita mau apa?” kata Jokowi.

Recent Posts

Akademisi Kritik Asas Dominus Litis RKUHAP: Pembuat Kebijakan Harus Hati-hati

MONITOR, Jakarta - Civitas Akademika UIN Jakarta dalam diskusi bertajuk "Menyoal Sentralisasi Kewenangan Penegakan Hukum…

3 jam yang lalu

Menag Gaungkan Moderasi dan Pembangunan Berkelanjutan di Washington DC

MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar, menegaskan bahwa kerukunan antarumat beragama memberikan kontribusi signifikan…

5 jam yang lalu

Penjelasan KH Moqsith tentang Wukuf di Arafah dan Keutamaannya

MONITOR, Makkah - Arafah menjadi bagian terpenting dalam pelaksanaan ibadah haji. Tidak sah haji seseorang…

8 jam yang lalu

Catatan kecil atas Reformasi 1998; Strategi Gattopardo, Berubah agar Segalanya Tetap Sama!

Abdul HakimPengajar Studi Perbandingan Politik STISNU Nusantara Tangerang Dalam dunia politik dan kekuasaan, terdapat strategi…

9 jam yang lalu

Kasus HIV/AIDS Marak di Kalangan Remaja, Puan Dorong Perkuat Edukasi dan Perlindungan Bagi Generasi Muda

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti lonjakan kasus HIV/AIDS yang menyerang remaja…

10 jam yang lalu

Wamen Helvi Sebut Sinergi UMKM Jadi Kunci Resilensi Ekonomi Nasional

MONITOR, Jakarta - Wakil Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Helvi Moraza menyebut bahwa…

11 jam yang lalu