MONITOR, Jakarta – Kinerja Kementerian Pertanian selama 5 tahun terakhir ini menunjukkan keberhasilan. Terbukti secara makro inflasi bahan makanan umum mengalami penurunan paling signifikan dibandingkan bahan umum lainnya. Tidak hanya dari sisi inflasi, dari sisi petani pun menunjukkan adanya peningkatan nilai tukar petani (NTP) dan NTUP dari tahun 2015-2018.
Terkait dengan ekspor impor produk tanaman pangan, perkembangan ekspor beras khusus dan beras premium melonjak tajam pada periode tahun 2017 dan 2018. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, volume ekspor beras kategori ini pada 2017 mencapai 3.433 ton. Angka itu meningkat lebih dari 2.540 persen dibandingkan pada 2014 yang hanya sekitar 130 ton. Diperkirakan ekspor beras premium dan khusus akan kembali mengalami peningkatan.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, hingga September lalu, volume ekspor beras kategori premium dan khusus sudah mencapai 3.069 ton. Capaian ini membuktikan bahwa pemerintah tidak hanya terfokus pada peningkatan beras untuk memperkuat cadangan beras pemerintah saja, tetapi juga turut berupaya mengembangkan beras untuk segmen pasar khusus. Begitu pula ekspor dan impor jagung, terlihat bahwa pada tahun 2015-2016 kita masih mengimpor jagung sebesar 3,5 juta ton tahun 2015 dan 1,3 juta ton tahun 2016.
“Kebijakan pengurangan impor oleh Menteri Pertanian sejak 2016, bahkan zero impor tahun 2017 terbukti mampu menggerakan perekonomian petani. Petani menjadi tertarik menanam jagung karena harga yang bagus. Bahkan tahun 2018 ini telah mampu ekspor jagung sebesar 380.000 ton,” ujar Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Sumarjo Gatot Irianto di Jakarta, Selasa (4/12).
Dari sisi produksi, kinerja produksi komoditas utama tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai) menunjukkan peningkatan. Selama lima tahun terakhir, rata-rata perkembangan produksi padi 4,07% per tahun, jagung 12,5% per tahun dan kedelai 8,79% per tahun.
Gatot menjelaskan, tahun 2018 ini, Ditjen Tanaman Pangan mempunyai beberapa program terobosan untuk mencapai sasaran produksi. Salah satunya adalah pengembangan pola tanam tumpangsari padi, jagung dan kedelai sistem tanam rapat. Pola tumpangsari akan lebih dipacu lagi di tahun mendatang.
Pertimbangan pola tumpangsari ini agar tidak terjadi persaingan penggunaaan lahan antara komoditas padi, jagung dan kedelai. Indonesia masih punya peluang untuk menggenjot produksi dengan pola tersebut sampai 5 tahun ke depan sehingga dapat memitigasi alih fungsi lahan terutama akibat pembangunan infrastruktur, penanaman padi gogo juga dioptimalkan. Tidak hanya di lahan kering, tapi juga memanfaatkan gogo sawah, gogo gunung, gogo rawa, padi rawa dan padi pasang surut.
“Potensi kita masih banyak untuk mengembangkan padi di luar lahan sawah. Tahun 2018 ini kita mengembangan padi gogo seluas 1 juta ha di areal lahan baru. Kita menyadari alih fungsi lahan semakin tinggi, maka dengan perluasan lahan di areal baru sebagai solusi kita untuk tetap mempertahankan produksi padi nasional,” terang Gatot.
Dari sisi sarana produksi, penggunaan benih bermutu dan penyediaan bantuan benih tahun 2018 seluas 6.788.210 ha untuk benih padi inrida, padi hibrida, jagung dan kedelai diharapkan mampu menyediakan benih varietas unggul. Selain bantuan benih, Ditjen Tanaman telah mampu melampaui target nawacita 1.000 Desa Mandiri Benih (DMB). Sampai dengan tahun ini telah dilaksanakan program DMB di 1.313 unit.
Dengan adanya DMB petani dapat diberdayakan untuk mampu memenuhi kebutuhan benihnya sendiri. Dalam hal pengamanan produksi dikembangkan budidaya tanaman sehat (BTS). Upaya ini dilakukan di lahan endemis serangan OPT. Tahun 2017 dilaksanakan di 13.610 ha dan tahun 2018 meningkat menjadi 33.000 Ha.
“Berdasarkan laporan pengamat OPT di lapangan, produktivitas di lahan BTS meningkat dari semula 6,46 ton/ha menjadi 8,7 ton/ha, serangan OPT juga mengalami penurunan signifikan di tahun 2018 ini sebesar 36,56% dari tahun sebelumnya. Terbukti upaya gerakan pengendalian yang intensif selama ini mampu meminimalisir serangan OPT tahun ini,” tegasnya.
Untuk mengurangi susut hasil panen dan peningkatan nilai tambah, Ditjen Tanaman Pangan telah mengalokasikan bantuan alsintan pascapanen. Selama kurun waktu 2014-2018 telah diberikan bantuan alsintan sebanyak 52.230 Unit. Tahun 2018 ini memberikan dryer sebanyak 1.000 unit. Dengan bantuan dryer diharapkan tidak hanya produksi yang terjaga namun mutu panen juga baik. Apabila kualitas terjaga maka harga juga akan bagus.