MONITOR, Jakarta – Sikap Polda Metro Jaya yang mengijinkan Reuni 212 di Monas Jakarta patut diapresiasi. Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta Pane menilai, pemberian ijin menunjukkan bahwa Polri melihat situasi Jakarta sangat kondusif dan tidak ada yang harus dikhawatirkan dan dicemaskan menjelang dan saat Reuni 212 berlangsung.
Dari pantauan Indonesia Police Watch (IPW) hingga Sabtu pagi, Jakarta sangat kondusif dan pergerakan massa tidak semasif seperti Aksi 212 tahun lalu, dimana Ahok dianggap sebagai musuh bersama.
“Artinya, sikap antusias untuk mengikuti Reuni 212 Sabtu ini memudar total. Namun elit elit tertentu tetap bersikap bombastis dengan mengatakan reuni akan diikuti 1 juta orang, padahal dari pantauan IPW diperkirakan massa yang akan hadir tidak sampai 20.000,” ujar Neta dalam keterangan persnya, Sabtu (1/12/2018).
Melihat memudarnya antusias masyarakat ini, Neta menilai, ada empat kerugian besar jika Prabowo-Sandi hadir dalam reuni tsb. Pertama, dengan minimnya jumlah peserta reuni, kredibilitas Prabowo Sandi akan melorot karena dianggap tidak mampu mengumpulkan massa dan tidak punya pendukung maksimal.
Kedua, jika unsur elit partai pendukung tidak hadir dalam reuni akan muncul kesan bahwa Prabowo Sandi sudah ditinggal elit partai pendukungnya. Ketiga, jika Reuni 212 itu didominasi kalangan radikal, Prabowo akan dicap sebagai figur pemimpin radikal dan bukan mustahil para pendukungnya akan meninggalkannya atau takut memilihnya di Pilpres 2019.
“Keempat, jika terjadi kericuhan dalam acara Reuni 212, publik akan menuding, bagaimana Prabowo bisa memimpin negeri ini wong memimpin reuni saja ricuh. Untuk itu IPW berharap, Prabowo Sandi berpikir ulang untuk hadir dalam acara Reuni 212,” kata Neta.
“Kasus Ratna Sarumpaet harus jadi pelajaran penting bagi Prabowo. Kasus Ratna menunjukkan betapa lemahnya tim sukses dan tim intelijen Prabowo dalam menyikapi sebuah keadaan,” sambungnya.
Lanjut Neta, Kasus Ratna juga menunjukkan betapa emosionalnya Prabowo dalam menanggapi sebuah isu dan situasi. Semua itu membuat pasangan Prabowo-Sandi menjadi blunder, kedodoran dan terlihat tidak profesional.
Terlepas dari semua itu, sebagai pasangan Capres Cawapres di Pilpres 2019, IPW justru berharap, Prabowo Sandi bisa menjadi pionir dalam menjaga keamanan dan situasi Jakarta yang kondusif. Figur jenderalnya harus identik sebagai figur pencipta keamanan.
“Jika Prabowo Sandi kembali bersikap blunder, salah perhitungan dan larut dalam belenggu elit-elit yang radikal, masyarakat akan takut memilihnya di Pilpres 2019, apalagi cap sebagai figur “yang kalah” dan Orba masih menancap dalam figurnya,” tukas Neta.