MONITOR, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali membuat pernyataan kontroversi. Setelah mengucapkan politikus “sontoloyo” dan politikus “genderuwo”, Jokowi kembali menyebut kalimat ‘tabok’. Ucapan ini disampaikan Capres nomor urut 01 itu karena kegeramannya tentang masih ada pihak yang menyebarkan isu bahwa dirinya adalah anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Ace Hasan Shadzily mengatakan, beberapa ucapan Jokowi tersebut bukan asal nyinyir bicara tanpa mempertimbangkan efek elektoral terhadap dirinya. “Sudah diukur sedemikian rupa. Pak Jokowi kan jago soal begituan,” katanya beberapa waktu lalu.
Pada 23 Oktober lalu, saat membagikan sertifikat tanah untuk rakyat di Lapangan Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta, Jokowi mengatakan banyak politikus sontoloyo di Indonesia. Ia meminta masyarakat berhati-hati terhadap mereka yang masuk kategori ini. Sebelum melontarkan pernyataan itu, Jokowi menjelaskan alasan pemerintah berencana mencairkan dana kelurahan tahun depan. Namun rencana ini oleh sejumlah pihak terutama kubu oposisi dinilai politis.
Padahal, kata Jokowi, dana kelurahan ini ditujukan untuk kepentingan masyarakat di perkotaan setelah ada dana desa bagi penduduk pedesaan. Masyarakat bisa menggunakan dana kelurahan ini untuk memperbaiki jalan atau saluran air. “Kok jadi ramai. Kami semua ingin agar untuk rakyat jangan dihubungkan dengan politik,” tuturnya.
Usai melontarkan istilah politikus sontoloyo, Jokowi menyindir aksi para politikus yang gemar menyebar propaganda menakutkan. Jokowi menyebut cara politikus tersebut sebagai politik genderuwo. “Coba kita lihat politik dengan propaganda menakutkan, membuat ketakutan, kekhawatiran. Setelah takut yang kedua membuat sebuah ketidakpastian. Itu sering saya sampaikan itu namanya politik genderuwa,” ujar Jokowi, Jumat, 9 November 2018. Cara berpolitik semacam itu, kata Jokowi, bukanlah cara berpolitik yang beretika, karena masyarakat digiring ke arah ketidakpastian dan ketakutan sehingga terkesan kondisi Indonesia mencekam.
Terbaru pada Jumat, 23 November 2018, Jokowi mengungkapkan ada 6 persen masyarakat atau 9 juta orang Indonesia yang percaya bahwa Jokowi adalah simpatisan PKI. Sudah empat tahun belakangan, Jokowi mengaku geram akan isu tersebut. “Ini yang kadang-kadang, aduh, mau saya tabok, orangnya di mana, saya cari betul,” kata Jokowi saat membagikan sertifikat tanah di Lampung Tengah, Lampung. “Saya ini lahir tahun 1961. PKI itu ada tahun 1965. Saya berusia empat tahun ketika itu. Masak ada anggota PKI balita? Ini kan nggak bener,” kata Jokowi dalam berbagai forum.
Menanggapi pernyataan Jokowi ini, pengamat politik dari Institute for Strategic and Development Studies (ISDS) M Aminuddin mengatakan, seorang pemimpin puncak harusnya sangat tabu melontarkan kata-kata vulgar. Apalagi dalam tradisi Jawa yang menjunjung tinggi kehalusan bahasa dan perilaku.
Aminudin pun menyebut pernyataan Jokowi yang semakin vulgar dan mengerikan belakangan ini karena elektabilitasnya yang stagnan. “Mungkin beliau (Jokowi) agak panik elektabilitasnya stagnan dan sulit naik,” ujar Aminudin menanggapi pernyataan Jokowi yang semakin vulgar belakangan ini.