MONITOR, Jakarta – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai industri kelautan dan perikanan nasional perlu ditingkatkan lebih jauh untuk bersiap menghadapi era revolusi industri 4.0 melalui peningkatan daya saing dan produktivitas. Hal ini menjadi pokok bahasan dalam diskusi Kadin dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam rangka penyusunan Rancangan Teknokratik RPJMN 2020-2024.
“Kualitas SDM sektor kelautan dan perikanan perlu terus didorong, penerapan teknologi dan inovasi juga tentu sangat menentukan. Yang kami harapkan juga sekarang ini adalah peningkatan investasi serta dukungan regulasi yang pro bisnis,” ungkap Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi Prayanto dalam forum diskusi di Bappenas, Rabu, (14/11).
Selain regulasi, menurutnya sebagai bahan pertimbangan dalam Rancangan RPJMN 2020-2024, pemerintah perlu menitikberatkan pada aspek peningkatan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya, penyediaan bahan baku dan logistik, upaya peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja serta keberlangsungan lingkungan hidup.
Seperti diketahui, FAO memprediksi pasar seafood dunia di tahun 2024 mencapai 240 juta ton, 160 juta ton diantaranya adalah dari perikanan budidaya. Sementara KKP menargetkan produksi perikanan naik hingga 20% per tahun. Adapun pada 2017, produksi perikanan tangkap mencapai 6,8 juta ton. Sedangkan produksi perikanan budidaya sebesar 16,1 juta ton dengan rincian 5,65 juta ton ikan dan 10,45 juta ton rumput laut.
“Budidaya kita potensinya besar dan nilai produknya juga lebih tinggi. Kami harapkan Indonesia mulai memperkuat perikanan budidaya modern, pengembangannya ini harus didukung payung hukum tata ruang serta riset dan pengembangan yang mumpuni,” kata Yugi.
Peneliti, kata dia, perlu meningkatkan kerja sama dengan mitra industri, yang juga merupakan salah satu cara sinergi pemerintah dan akademisi untuk menghasilkan inovasi kelautan dan perikanan.
“Tentu kalangan industri perikanan membuka lebar-lebar untuk pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan yang telah dihasilkan oleh berbagai pusat riset,” tambah dia.
Selain budidaya, Kadin juga menyoroti produksi perikanan tangkap yang masih menemui beberapa tantangan, antara lain perpanjangan ijin-ijin operasional kapal nelayan dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang masih terhambat, karena belum terintegrasi secara baik kedalam sistem OSS.
Indonesia, kata Yugi, juga harus mempertimbangkan upaya mengembangkan armada perikanan tangkap dengan kapal nelayan yang mampu beroperasi di laut lepas untuk memanfaatkan potensi sumberdaya ikan di ZEE sehingga diharapkan dapat menunjang kebutuhan rantai pasok industri perikanan.