OPINI

Data Pangan Satu Pintu di BPS

Dr. Ir. U. P. Ismail, M.Agr. 
Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Islam Riau, 
Ketua Perhepi Komda Pekanbaru.

Usai rapat terbatas di Kantor Wapres tanggal 22 Oktober 2018, Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan data produksi beras nasional selama 20 tahun terakhir keliru.

Terhitung sejak tahun 1997 hingga saat ini, angka produksi beras terus bertambah, sehingga tidak sesuai dengan kondisi lapangan. Namun demikian, menurutnya kekeliruan ini merupakan kesalahan banyak pihak.

“Data itu kesalahan bersama, bukan kesalahan Menteri Pertanian saja. Kesalahan BPS juga, kesalahan Kementerian Agraria juga, kesalahan Kementan juga, kesalahan bupati juga, kesalahan bersama ini,” tegas JK.

Berdasarkan data rilis terbaru BPS dengan menggunakan metode Kerangka Sampling Area (KSA), luas baku sawah yang berkurang dari 7,75 juta ha tahun 2013 menjadi 7,1 juta hektar tahun 2018. Potensi luas panen tahun 2018 mencapai 10,9 juta ha, sementara proyeksi Kementerian Pertanian (Kementan) 15,5 juta ha. Begitu pun produksi 56,54 juta ton gabah kering giling atau setara 32,42 juta ton beras sementara proyeksi Kementan 83,3 juta ha atau setara 48 juta ton. Dengan demikian, metode KSA pun, Indonesia mengalami surplus beras 29,50 juta ton selama 2018.

Kendati demikian, data Kementan tentang beras itu semua bersumber BPS dengan metode eyes estimate, sedangkan data terbaru yang dirilis juga dari BPS dengan Metode KSA.

Sejak Indonesia merdeka sampai sekarang data pangan satu pintu di BPS. Kementan tidak mengolah data pangan. Semua rilis data Kementan tentu berasal dari BPS.

Metode BPS yakni eyes estimate kemudian mengolah dan merilis data pangan. Tetapi, sejak 2016 sampai kemarin BPS tetap mendata, mengolah, namun tidak merilis data pangan karena menunggu perbaikan data dengan KSA.

Data BPS metode eyes estimate itulah yang dirilis Kementan dan disajikn di lamanya. Jadi data yg dimiliki dan ada di laman kementan itu 100% adalah data bersumber BPS. Tapi BPS rilis untuk intern.

Karena itu, harus diakui justru selama 3 tahun ini Kementan menjadi pihak yang dirugikan karena BPS tidak merilis datanya. Akhirnya Kementan meminta dan memakai data BPS yang tidak dirilis tersebut.

Dengan demikian, setuju dan lebih bagus bila BPK dan KPK mengaudit ini sehingga terang benderang bagi publik bahwa semua data atau kedua data berbeda itu sumbernya sama-sama bersumber BPS, Angka yang beda itu karena metode ukur lama, di mana metode BPS eyes estimate didukung data DAS, benih, data podes versus satunya metode baru yakni KSA. Kedua data berbeda ini sesungguhnya 100% bersumber BPS.

Adapun impor bukan karena produksi kurang tapi pengelolaan distribusi tidak merata baik beras maupun jagung.

Recent Posts

Menag Dorong Kurikulum Cinta dan Kerukunan Umat untuk Wujudkan Asta Cita

MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasarudin Umar menegaskan bahwa Kementerian Agama berkomitmen mengimplementasikan Asta Cita…

38 menit yang lalu

Jasa Marga dan Pemkot Bandung Jajaki Kolaborasi Wujudkan Ikon Kota Bandung di Ruas Tol Cipularang

MONITOR, Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. bersama Pemerintah Kota Bandung memulai pembicaraan strategis…

6 jam yang lalu

Wacana Beli LPG 3 Kg Pakai NIK, Puan Minta Ada Edukasi Maksimal ke Rakyat

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi wacana kebijakan Pemerintah terkait penggunaan Nomor…

6 jam yang lalu

DPR Kritik Penetapan HET Beras Medium, Harusnya Satu Harga Seperti BBM

MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Alex Indra Lukman mengkritik penetapan Harga…

6 jam yang lalu

Kementerian UMKM Permudah Akses Legalitas Usaha Lewat Festival di Kota Tua

MONITOR, Jakarta - Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menggelar Festival Kemudahan dan Pelindungan…

7 jam yang lalu

Puan Harap Tranformasi Pendidikan Lewat Smart TV Diimbangi Kesejahteraan Guru

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani berpandangan bahwa upaya Pemerintah dalam mendorong transformasi…

7 jam yang lalu