MONITOR, Jakarta – Pernyataan Ketua Umun Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoesa yang mengatakan akan ada kekosongan beras pada Januari hingga Maret 2019 dan stok beras diperkirakan hanya sebanyak 3-4 juta ton seperti hitungan surplus dan stok gudang Bulog mendapat tanggapan dari pengamat politik dan kebijakan publik, Muhammad Saifullah.
Peneliti dari Pusat Kajian Politik dan Kebijakan Publik (PKPK) tersebut menilai pernyataan Ketua Perpadi tersebut perlu dicermati alur motif dibaliknya.
“Ini memang terkait dengan politik perberasan nasional yang sejak dahulu dikuasai oleh lingkar mafia pangan. Setelah Menteri Amran memimpin Kementan, lingkar mafia ini kemudian dipangkas dan dibersihkan. Nah inilah yang terus menerus mengembuskan isu bila kiita selalu kekurangan stok beras dan perlu dilakukan impor”, ujar peneliti Pusat Kajian Politik dan Kebijakan Publik ini, Jumat (2/11/2018) malam.
Saiful mengatakan dengan perhitungan sederhana saja, antara surplus beras 2018 dari BPS serta stok cadangan beras dari Bulog bila dikalkulasi dengan pola komsumsi masyarakat Indonesia dari hasil survei ekonomi BPS, jelas stik beras Indonesia aman hingga Agustus 2019.
“Apalagi inikan sudah memasuki masa panen raya awal yang berlangsung hingga April 2019. Jadi dengan sendirinya stok beras lebih aman dan banyak lagi”, ujarnya.
Saiful mengingatkan, persoalan beras sangat terkait dengan kesejahteraan petani. Jadi jangan membuat petani marah oleh cara main lama yang dilakukan mafia pangan beserta ‘komprador’nya.
“BPS telah merilis bila tingkat kesejahteraan petani semakin baik. Jadi jangan aneh-aneh dan membikin petani marah dengan model kongkalikong mafia pangan seperti ini”, tandasnya.
Hal senada juga dikatakan oleh Direktur Serelia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), Bambang Sugiharto.
Menurut Bambang pernyataan Ketua Perpadi ini jelas keliru dan cenderung mengada-ada karena saat ini panen telah dilakukan di beberapa tempat.
“Pernyataan ini jelas keliru. Sebab saat ini sudah terjadi panen di beberapa daerah dan pada bulan September kemarin tercatat ada pertanaman padi sekitar 1,5 juta hektare. Ini akan panen di Januari, hasil berasnya 900 ribu ton. Panen pun akan berlangsung Maret dan seterusnya. Jadi terjadi panen sepanjang waktu,” tegas Bambang di Jakarta, Jumat (2/11/2018).
Bambang menekankan kondisi beras saat ini surplus 2,85 juta ton dan ditambah stok Bulog yang belum keluar masih ada 2,7 juta ton. Dengan begitu, stok beras cukup aman hingga Agustus 2019.
Selain itu, imbuh Bambang, ketersediaan beras juga terlihat dari cadangan beras di masyarakat dan pedagang juga masih cukup besar.
“Buktinya, aliran beras masuk Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) masih dua kali dari hari normal. Selain itu, stok harian PIBC masih mencapai 50 ribu ton sehingga 2 kali dari stok normal,” sebut Bambang.
“Di jaman Pak Sutarto Dirjen Tanaman Pangan memang polanya begitu. Januari defisit, tapi dengan pendekatan manajemen produksi yang baru terbukti dua hingga tiga tahun terakhir ini tidak dikenal lagi masa paceklik di Januari,” terangnya.
Karena itu, Bambang menilai pernyataan Ketum Perpadi, akan terjadi kekosongan beras pada bulan Januari 2019, sangatlah syarat dengan kepentingan untuk impor beras sehingga patut diduga berada di dalam lingkaran mafia impor.
“Jadi jika bilang awal 2019 perlu impor lagi, menurut saya sih statemen itu perlu dipertanyakan justifikasi, motifnya impor untuk apa? Jangan-jangan masuk lingkaran mafia impor dan atau sudah pikun,” tandasnya.