OPINI

Perbedaan makna sontoloyo ala Jokowi dan ala Effendi Ghazali

Emrus Sihombing

Pengamat Komunikasi Politik 
Universitas Pelita Harapan

Pekan ini publik disungguhkan penggunaaan pilihan diksi “sontoloyo”. Dua orang yang menyampaikan istilah tersebut bukan orang sembarangan. Yang satu presiden Jokowi, dan yang satu lagi seorang akademisi terkenal di republik ini, Effendi Ghazali. Ungkapan sontoloyo mendorong publik mencari tahu makna kata sontoloyo di kamus yang ada di online.

Wacana publik juga menunjukkan bahwa sontoloyo dipakai sebagai makian untuk mewujudkan ekspresi kekecewaan luar biasa terhadap pandangan dan perilaku pihak lain yang dianggapnya sebagai tindakan sangat di luar kepatutan dan tidak pada tempatnya. Bahkan penyebutan sontoloyo terhadap pihak lain dapat dimaknai sebagai perbuatan yang tidak beres atau bodoh.

Sekalipun sama-sama mengemukakan kata sontoloyo, namun latar belakang pemunculan kata sontoloyo dari kedua sumber, Jokowi dan Effendi Ghazali, sangat berbeda. Berbagai media memuat penjelasan Joko Widodo mengapa mengeluarkan kata sontoloyo. Tampaknya Jokowi kesal terhadap perilaku politisi yang menghalalkan segala cara demi untuk kekuasaan lima tahunan sebagai suatu tradisi demokrasi di Indonesia.

Pada news.detik.com memuat kutipan langsung dari Joko Widodo sebagai pengakuan jujur sifat kepribadiannya, cermin kerendahan hati dan terlebih sebagai suatu penyesalan. “Inilah kenapa kemarin saya kelepasan, saya sampaikan politikus sontoloyo, ya itu. Jengkel saya. Saya nggak pernah pakai kata-kata seperti itu. Karena sudah jengkel ya keluar. Saya biasanya ngerem, tapi sudah jengkel ya bagaimana,” katanya.

Beda halnya dengan Jokowi. Effendi Ghazali melampiaskan kekecewaan luar biasa terhadap keputusan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutus menolak gugatan terkait ambang batas capres, sebagai suatu yang tidak masuk akal. Bahkan ia seakan menempatkan hakim MK melakukan politik kebohongan dan mempraktekkan politik sontoloyo.

Pada cnnindonesia.com memuat kutipan langsung dari Effendi Ghazali. “Kurang lebih pihak kami mengatakan, jangan-jangan sebagian hakim inilah yang layak disebut melakukan kebohongan politik dan sontoloyo. Saya siap disomasi untuk hal ini,” kata Effendi Ghazali.

Dari ungkapan tersebut di atas, Effendi Ghazali sama sekali tidak menunjukkan penyesalan terhadap penggunaan kata sontoloyo. Bahkan dia seolah siap disomasi. Tampaknya ia juga menyakini penggunaan kata sontoloyo sebagai sesuatu yang paling tepat merepresentasikan kekecewaannya terhadap keputusan hakim MK. Padahal, bila merujuk pada kamus, makna sontoloyo sebagai tindakan yang dapat menempatkan posisi pihak lain atau yang dituju, dalam hal ini hakim MK, sebagai tidak beres bahkan bodoh. Karena itu, saya menduga dalam waktu dekat, melalui Sekretaris Jenderal MK, akan memberikan tanggapan terhadap pernyataan Effendi Ghazali yang merujuk pada UU yang berlaku.

Sebagai manusia, Effendi Ghazali bisa saja kecewa dengan keputusan hakim MK, tetapi sama sekali tidak dibenarkan menggunakan pilihan diksi yang bisa bermakna makian, apalagi terhadap pihak lain yang tidak pantas mendapatkan hal tersebut.

Untuk itu, saya sebagai sahabat sesama akademisi menyarankan, tidak ada salahnya Effendi Ghazali menyampaikan penyesalan secara terbuka di depan publik terhadap pemakaian diksi sontoloyo terkait dengan keputusan hakim MK mengenai ambang batas. Sekalipun memang, menurut saya bahwa Effendi Ghazali mengetahui persis, bahwa setiap pesan yang sudah dilontarkan tidak bisa ditarik kembali walaupun dengan minta maaf. Pesan itu tetap berbekas di peta kognisi khalayak yang sudah menerima pesan tersebut. Namun seperti kata orang bijak, tidak ada rotan akar pun jadi. Sahabatku, Effendi Ghazali, saya menyarankan, segeralah mencabut diksi sontoloyo yang seolah ditujukan kepada hakim MK. Salam komunikasi.

Recent Posts

BEM Nusantara DKI Jakarta Apresiasi Gubernur Tangani Persoalan Banjir

MONITOR, Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara DKI Jakarta memberikan apresiasi kepada Gubernur Pramono…

8 jam yang lalu

DPR Desak Polisi Usut Kasus Jual Beli Rekening Judol, Dorong Pelaku Dijerat Hukuman Maksimal

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas pihak-pihak…

9 jam yang lalu

24 Calon Dubes Penuhi Syarat, DPR Harap Diplomasi RI Makin Kuat

MONITOR, Jakarta - Komisi I DPR RI telah merampungkan fit and proper test 24 calon…

9 jam yang lalu

DPR Desak Kasus Kematian Brigadir Nurhadi Diusut Transparan, Soroti Gaya Hidup Aparat

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Sarifudin Sudding menegaskan bahwa penanganan kasus kematian…

10 jam yang lalu

571 Ribu Penerima Bansos Terindikasi Judol, Puan: Telusuri Tuntas, Masyarakat Rentan Jangan Jadi Korban

MONITOR, HJakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah segera melakukan penelusuran dan validasi…

10 jam yang lalu

IPW Sebut Penambahan Anggaran untuk Polri Adalah Sebuah Keniscayaan, Ini Alasannya

MONITOR, Jakarta - Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, mengungkapkan bahwa penambahan anggaran…

17 jam yang lalu