MONITOR, Semarang – Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian memacu industri obat tradisional agar terus memanfaatkan teknologi digital guna membangun pabrik manufaktur yang modern seiring dengan bergulirnya era revolusi industri 4.0.
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto mengatakan upaya strategis ini bertujuan untuk semakin meningkatkan efisiensi dan produktivitas sehingga mampu menghasilkan produk yang berkualitas serta kompetitif di pasar dalam dan luar negeri.
“Di era industri 4.0 ini ditandai mulainya interaksi antara human dengan machine, kemudian machine to machine communication, serta teknologi artificial intelligence, yang dapat meningkatkan efisiensi. Kalau di berbagai sektor industri, efisiensi ini bisa mencapai 99 persen,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada peresmian Pabrik Baru Tolak Angin Cair PT. Sido Muncul di Semarang, Kamis (25/10).
Menurut Menperin, saat ini industri obat tradisional tengah diprioritaskan pengembangannya agar bisa menjadi sektor unggulan dalam memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Hingga kini, terdapat 1.247 industri jamu yang terdiri dari 129 industri obat tradisional (IOT) dan selebihnya termasuk golongan Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT).
Industri obat tradisional telah menyerap tenaga kerja sebanyak 15 juta orang, di mana tiga juta orang di antaranya terserap di industri jamu yang berfungsi sebagai obat dan 12 juta lainnya terserap di industri jamu yang telah berkembang ke arah makanan, minuman, kosmetika, spa, dan aromaterapi.
“Salah satu andalan di industri 4.0 adalah sektor farmasi, kimia dan biokimia. Kelompok industri tersebut masuk dalam klaster wellness, yang sekarang jadi andalan beberapa negara besar seperti Jepang dan Korea, yang juga meliputi industri herbal, jamu dan kosmetika,” paparnya.
Di Indonesia, industri kosmetika merupakan sektor manufaktur yang mengalami pertumbuhan pesat lantaran di dukung pasar domestik yang besar. “Industri kosmetika di dalam negeri, tumbuhnya double digit,” ujar Airlangga.
Sementara industri farmasi juga berpotensi tumbuh signifkan, terutama karena adanya program BPJS yang jumlah pesertanya lebih dari 180 juta orang. “Apalagi, jika didukung dengan adanya big data, bagi perusahaan seperti Sido Muncul ini bisa berpotensi tumbuh tinggi,” imbuhnya.
Oleh karena itu, pemerintah bertekad untuk terus menciptakan iklim usaha yang kondusif agar geliat industri semakin bergairah dengan melakukan peningkatan investasi maupun ekspansi di Indonesia. Ini sekaligus mendongkrak daya saing industri obat tradisional supaya menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
“Produknya tradisional, tetapi prosesnya sudah modern,” jelas Menperin. Contohnya, PT. Sido Muncul yang telah memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sehingga menjadikannya sebagai pabrik jamu pertama di Indonesia yang sudah berstandar farmasi.