MONITOR, Banjarbaru – Musim paceklik yang terjadi sepanjang bulan November hingga Januari menjadi momok bagi sebagian petani. Namun tak perlu khawatir, kini pemerintah melalui Kementerian Pertanian kini berhasil menemukan terobosan baru sebagai solusi paceklik.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan pemanfaatan lahan rawa untuk pangan adalah terobosan baru. Menurutnya, saat paceklik pangan terjadi di Jawa, tambahan pangan dapat dipenuhi dari lahan rawa.
Menteri asal Sulawesi Selatan ini menambahkan, salah satu potensi besar yang dapat dikembangkan di Indonesia untuk menjadi lumbung pangan dunia di tahun 2045 adalah lahan rawa lebak dan pasang surut.
“Indonesia memiliki lahan rawa 34,1 juta ha yang terdiri dari lahan rawa lebak 25,2 juta ha dan rawa pasang surut 8,9 juta ha yang tersebar Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua,” kata Amran saat memberikan sambutan di Pekan Pertanian Rawa Nasional II, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Rabu (17/10).
Dari total luas tersebut, lanjut Amran, potensi untuk pengembangan pertanian seluas 21,82 juta hektar atau 64 persen. Saat ini ketersediaan lahan rawa untuk perluasan area pertanian seluas 7,52 juta hektar.
“Jika ini kita optimalkan, pangan kita semakin kuat,” tegas Amran berapi-api.
Diketahui, Peringatan Hari Pangan Sedunia ke-38 di Kalimantan Selatan kali ini mengangkat tema Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Rawa Lebak dan Pasang Surut Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045 menyajikan berbagai kegiatan guna meningkatkan inovasi teknologi pertanian untuk lahan rawa sehingga menjadi solusi baru penyediaan pangan. Salah satunya Pekan Pertanian Rawa Nasional II di Banjar Baru, Kalimantan Selatan, Rabu (17/10).
Kegiatan ini dihadiri Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, Gubernur Kalimantan Selatan yang diwakili Sekretaris Daerah, Abdul Haris Makki, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Winarno Tohir, Kepala Badan Litbang Pertanian, Muhammad Syakir, Dirjen Hortikultura, Suwandi, Kepala Badan Ketahanan Pangan, Agung Hendriadi, dan 1.000 peserta yang mewakili petani, akademisi, peneliti, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, para pengambil keputusan, dan masyarakat umum lainnya.