MONITOR, Bogor – Pakar Ilmu Kelautan dan Guru Besar Fakultas Perikanan IPB, Prof. Rokhmin Dahuri menyatakan bahwa untuk membangun agro-maritim berbasis industri 4.0 menyongsong visi Indonesia 2045 diperlukan pendekatan transdisiplin dan intersektoral. Demikian dikatakan mantan Menteri kelautan dan perikanan itu saat menjadi narasumber pada acara Seminar Nasional Agro-maritim 4.0 menyongsong Visi Indonesia 2045. menyampaikan pemaparan “Peta Jalan Pembangunan Agro- Maritim Berbasis Industri 4.0: Pendekatan Transdisiplin dan Intersektoral Menuju Indonesia Maju, Adil-Makmur, dan Berdaulat” kerjasama IPB dan Bappenas di IPB International Convention Center, Botani Square, Bogor, Kamis (4/10).
Seminar tersebut dibuka oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Kepala BAPPENAS, Prof. Bambang Brodjonegoro dan dihadiri oleh sekitar 200 orang dari kalangan akademisi, peneliti, pengusaha, birokrasi, tokoh nasional, LSM, dan mahasiswa.
Menurut Prof. Rokhmin, ada tiga fungsi dan kegunaan konsep agro-maritim. Pertama, Mengatasi Permasalahan Agro-Maritim dan Bangsa. Kedua, Revitalisasi Sektor dan Usaha Argo-Maritim Existing Supaya lebih Produktif, Efisien, Berdaya Saing, Inklusif, dan Sustainable. Ketiga, Mendayagunakan Potensi Agro-Maritim yang Masih Tersedia Secara Produktif, Efisien, Berdaya Saing, Inklusif, dan Sustainable.
“Ketiga fungsi dan kegunaan itu perlu Dikelola Secara Dinamika Spasial dan Temporal Berbasis Industri-4.0. Tujuannya tidak lain agar Indonesia menjadi negara maritim yang besar, maju, adil-makmur, dan berdaulat,” ujarnya.
Prof. Rokhmin menegaskan, ada beberapa isu dan permasalahan saat ini yang menjadi tantangan pembangunan agro-maritim di Indonesia. “Pertama, Masih banyak (sekitar 40%) petani, peternak, dan nelayan yang miskin dan cenderung semakin miskin (agricultural involution)?” ungkanya.
Sementara itu, lanjut Prof. Rokhmin produktivitas, efisiensi, daya saing, inklusivitas, dan keberlanjutan usaha perikanan tangkap, perikanan budidaya, pertanian tanaman pangan, hortikultur, perkebunan, peternakan, dan kehutanan rakyat (UMKM) pada umumnya rendah, karena dikelola secara tradisional (lack of technological applications and management).
“Tingginya impor pangan dan rentannya ketahanan (kedaulatan) pangan nasional, penghamburan devisa, defisit neraca perdagangan, membuhun petani dan nelayan, dan mengancam kedaulatan NKRI. Mampukah bio-energy dan ocean energy (algae, tides, waves, currents, and OTEC = Ocean Thermal Energy Conversion) menggantikan peran fossil fuel secara sustainable?,” paparnya.
Dalam kesempatan tersebut, Prof Rokhmin yang juga ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) menekankan pentingnya agro-maritim yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya masyarakat agro-maritim, menghasilkan produk dan jasa agro-maritim yang bernilai tambah dan berdaya saing tinggi untuk memenuhi kebutuhan nasional dan ekspor, meningkatkan kontribusi sektor-sektor agro-maritim bagi perekonomian nasional (PDB, ekspor) secara signifikan, menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar, mewujudkan kedaulatan/ketahanan pangan, energi, dan farmasi berbasis agro-maritim, memelihara daya dukung, kualitas, dan keberlanjutan lingkungan dan SDA, dan meningkatkan budaya agro-maritim bangsa dan memperkokoh kedaulatan wilayah NKRI.