Jumat, 22 November, 2024

Ekonomi Umat Poros Baru Menguatkan Rupiah

Pri Menix Dey
Peneliti Pusat Studi Bencana IPB
Koordinator Nasional Indonesian Food Watch

 

Pada tanggal 6 September 2017, tepatnya di gedung Graha Widya Wisuda Institut Pertanian Bogor (IPB), Presiden Jokowi telah menggarisbawahi akan posisi strategis pangan terhadap eksistensi NKRI dari berbagai distorsi. Tidak hanya disebabkan karena ketidakharmonisan ekonomi dan politik di dalam negara saja, akan tetapi yang lebih menakutkan lagi akibat kekacauan ekonomi dan politik dunia.

“Pangan bisa menjadi panglima. Siapa yang memiliki pangan, ia yang mengendalikan. Saya tak ragu, bahwa di masa mendatang politik dan hukum tak lagi menjadi panglima dan satu-satunya yang mengendalikan negara. Ketersediaan pangan dinilai bakal menjadi kekuatan suatu Negara,” demikian ditegaskan Jokowi.

Kebenaran pernyataan orang nomor wahid di NKRI ini, membuktikanya tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama. Lihat saja, Indonesia saat ini tengah mengalami goncangan ekonomi akibat nilai tukar rupiah yang merosot.

- Advertisement -

Data kurs tengah Bank Indonesia, Rabu (5/92018) menyebutkan rupiah hampir mendekat 15.000 yakni di kisaran 14-927 per dolar AS (USD). Untuk meredam ini, pemerintah lagi-lagi diminta untuk memperkuat sektor ekspor.

Terhadap kenyataan buruk ini, opini dan analisis berseliweran. Publik turut angkat bicara baik memberikan kritik kinerja pemerintah di bidang ekonomi maupun terobosan agar rupiah tidak makin terpuruk atau kembali menguat.

Kunci menguatkan rupiah misalnya dengan mengurangi konsumsi produk impor sekaligus meningkatkan volume ekspor sehingga neraca perdagangan kembali suprlus alias tidak defisit. Cara ini diyakini sangat mujarab membalikan keadaan karena ketergantungan terhadap dollar atau mata uang lainnya dapat berkurang tajam.

Karena itu, cibiran dari beberapa pengamat ekonomi terkemuka mengalir deras terhadap kebijakan impor yang akhir-akhir sering dilakukan Kementerian Perdagangan. Tak main-main, impor pun dilakukan di tengah pasokan pangan dalam negeri masih dalam zona aman.

Pengamat ekonomi senior, Rizal Ramli melontarkan pernyataan pedas saat dihubungi presenter TV One dalam acara Indonesia Busines Forum yang membahas anjloknya nilai tukar rupah terhadap dollar AS. Pengamat yang dikenal berani dan blak-blakan melontarkan kritik ini menilai kebijakan Kementerian Perdagangan saat ini yakni melebihkan impor garam 1,5 juta ton, impor gula ditambahkan 2 juta ton, impor beras ditambah 1 juta ton dan kebijakannya yang secara makro yang doyan impor menjadi pemicu kehancuran rupiah. Petani semakin menjerit akibatnya roda perekonomian dalam negeri lumpuh. Mereka tidak memiliki uang untuk melakukan aktivitas ekonomi.

Menurut konsep klasik dari Kuznets dalam Todaro (2000), sektor pertanian mempunyai peran penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional negara berkembang. Peran tersebut diwujudkan dalam bentuk sumbangan produk, sumbangan pasar dan sumbangan faktor produksi dan sumbangan devisa. Ketangguhan sektor industri akan semakin kokoh apabila didukung oleh berkembangnya sektor pertanian yang tangguh dan berkelanjutan, sehingga nampak keterkaitan antara pertanian, industri dan jasa (Badan Agribisnis, 2000).

Dengan demikian, merujuk pada analisis dan teori di atas, dapat disimpulkan beberapa catatan penting dalam sejarah Indonesia. Pertama, terlepas dari opini yang berkembang bahwa melemahnya nilai mata uang Garuda turut andil dari krisis Argentina dan Turki, tapi kebijakan impor Kementerian Perdagangan lagi-lagi patut menjadi biang kerok melemahnya nilar tukar rupiah terhadap dollar. Pasalnya, jika kebijakan yang on the right track menggenjot ekspor, mau ada gonjangan apapun, nilai mata uang Indonesia tidak akan lemah.

Kedua, kebijakan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang programnya menyentuh langsung petani, memerangi mafia pangan, tidak suka impor dan tak pernah bosan melakukan ekspor serta mendorong investasi merupakan kebijakan yang tepat. Tidak hanya tepat dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi, tapi juga menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat di tingkat dunia. investasi di sektor pertanian, dari sebelumnya Rp 23 triliun, kini menjadi Rp 46 triliun.

Sejak 2015, Kementerian Pertanian giat meningkatkan produksi pangan strategis. Misalnya melalui program Upaya Khusus padi, jagung dan kedelai. Bahkan mengembangkan kawasan cabai dan bawang merah di luar Jawa. Seperti di Solok, Tapin, Enrekang, Bima, Lombok Timur dan lainnya. Sehingga, pasokan di Luar Jawa tidak lagi tergantung dari sentra di Jawa.

Hasilnya, mulai tahun 2016 pemerintah menyetop total impor beras, cabai dan bawang merah. Sejak 2017, Kementerian Pertanian kembali menghentikan impor jagung. Prestasi ini menjadikan Indonesia mampu membalikkan keadaan dengan mengekspor bawang merah dan jagung ke beberapa negara Asean.

Sepanjang tahun 2018, Indonesia telah mengekspor bawang merah 5.600 ton dan diprediksi total ekspor bawang merah 15.000 ton. Di tahun 2018 ini pun Indonesia banyak mengekspor tanaman hias ke Eropa, Singapore dan negara lainnya. Indonesia pun telah ekspor baby buncis super ke Singapore. Adapun ekspor baby buncis setiap tahunnya mencapai 600 hingga 900 ton.

Baru-baru ini pun Kementan telah menandatangani nota kesepahaman dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) terkait Stabilisasi Ketersediaan Pasokan Pangan dan Percepatan Ekspor Komoditas Pertanian. Bersama KADIN langsung ekspor manggis ke Tiongkok dan bibit ayam petelur ke Timor Leste. Negara tujuan ekspor ke depan akan terus ditambah.

Data BPS yang dirilis 6 Agustus 2018 pun menunjukkan kontribusi sektor pertanian dalam menyumbang pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada Triwulan II 2018 dibandingkan Triwulan I 2018 sebesar 9,93% (q to q). Kontribusi sektor pertanian ini merupakan yang tertinggi dibanding sektor lainnya seperti jasa perusahaan yang hanya 3,37% dan jasa lainya hanya 3,30%.

Tak ayal, Presiden Jokowi pun pernah menghembuskan pujian akan torehan keberhasilan pembangunan pertanian. Karenanya, Jokowi meminta agar capaian ekspor produk pertanian menjadi contoh untuk sektor lainnya. Artinya, sektor lainya harus memacu produksi untuk ke pasar ekspor agar perekonomian negara semakin kokoh. Negara pun semakin disegani dunia.

Solusi Penguatan Rupiah

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa salah satu upaya menguatkan nilai tukar rupiah yakni dengan meningkatkan kinerja ekspor di tengah penguatan dolar AS. Artinya kebijakan yang mendorong ekspor mau tidak mau harus terus didukung dan diprioritaskan. Sebaliknya, kebijakan yang mendorong impor harus menjadi musuh bersama.

Di sisi lain, program pemerintah harus fokus meningkatkan daya beli petani. Membangkitkan kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat khususnya petani menjadi salah satu terobosan dalam mengerek daya beli.

Program yang sifatnya hanya sebatas pemberian bantuan secara cepat dan tepat sasaran yang langsung ke petani, seyogyanya harus dibarengi dengan program ekonomi kerakyatan. Yakni yang mampu membuat petani dapat memproduksi bahan pangan secara mandiri dan berkelanjutan serta menjadikan petani sekaligus sebagai pelaku usaha agribisnis sendiri.

Namun demikian, pada akhir Juli 2018, pemerintah melalui Kementerian Pertanian bersama MUI telah meluncurkan program pemberdayaan ekonomi umat berbasis pondok pesantren menuju lumbung pangan dunia. Pondok pesantren akan menjadi motor penggerak ekonomi petani. Tidak hanya menjamin ketersediaan input produksi, tetapi juga menjadikan produk pangan petani memiliki daya saing di pasar modern bahkan ekspor.

Jika ini yang terjadi, daya beli masyarakan meningkat dan perputaran uang dalam negeri pun meningkat. Ekspor pun meningkat tentu berdampak pada meningkatnya cadangan devisa. Semakin besar devisa yang masuk di Indonesia akan membuat nilai rupiah akan semakin kuat.

Dengan demikian, pelemahan rupiah yang terjadi saat ini perlahan akan segera redam. Dengan catatan, program ekonomi umat di bidang pertanian dalam beberapa bulan ke depan sudah mulai memberikan hasil untuk penguatan ekonomi nasional. Akan tetapi, jika semua pihak bergerak mensukseskan program ekonomi umat yang tidak hanya di sektor pangan, tetapi juga di sektor mikro lainnya, sebuah keniscayaan pertumbuhan ekonomi nasional bisa dicapai dalam kurun waktu lebih cepat.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER